Beras Bulog SPHP Baru Laku 6%, Pedagang Sebut Beras Medium Lokal Lebih Murah
Bisnis.com, JAKARTA — Pedagang pasar menyebut masih rendahnya realisasi penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) hingga pertengahan Januari 2025 disebabkan konsumen cenderung memilih beras medium lokal yang lebih murah.
Ketua Harian Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas) Andrian Lame Muhar mengatakan bahwa saat ini, harga beras lokal cenderung stabil dan di bawah harga SPHP. Dia pun mengaku para pedagang kesulitan menjual beras SPHP.
Sebagai gambaran, harga eceran tertinggi (HET) beras SPHP secara umum berada di kisaran Rp12.500–Rp13.500 per kilogram, tergantung zonasi wilayah.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 592 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Stabilisasi Pasokan dan Harga Beras di tingkat konsumen tahun 2025, zona I beras SPHP terdiri dari Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi. Di sini, harga af gudang Bulog adalah Rp11.000 per kilogram dan HET yang ditetapkan adalah Rp12.500 per kilogram.
Untuk zona II mencakup wilayah Sumatera (non-Lampung dan Sumsel), NTT, dan Kalimantan, harga af gudang adalah Rp11.300 per kilogram dengan HET sebesar Rp13.100. Sementara itu, untuk zona III, yang terdiri dari Maluku dan Papua, harga af gudang sebesar Rp11.600 per kilogram dan HET Rp13.500 per kilogram.
“Para pedagang kami yang punya beras SPHP itu susah menjual karena kan Rp11.000 [per kilogram]. Kalau misalnya beras lokalnya masih di bawah Rp11.000 [per kilogram], kita jual berapa? Kan orang nyari yang lebih murah,” kata Andrian saat ditemui di Hotel Aston, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Kendati demikian, Andrian menyampaikan bahwa ada beberapa pasar dengan penjualan beras SPHP lebih tinggi lantaran tidak ada yang memasok beras lokal. Beras lokal kualitas premium dengan harga tinggi juga membuat konsumen lebih memilih beras SPHP.
“Tapi di tempat-tempat yang beras lokalnya masuk, beras SPHP kami nggak laku. Kalau di tempat-tempat yang nggak ada beras lokal atau beras medium, dan adanya beras premium yang mahal-mahal, pasti SPHP laku. Kan beda-beda target pasarnya,” ungkapnya.
Dia juga mengklaim masyarakat cenderung mencari harga beras yang lebih murah dibandingkan beras SPHP. “Kedua, masyarakat sedang mengencangkan ikat pinggang, nggak mau makan nasi banyak-banyak,” ujarnya.
Ketiga, harga beras lokal yang masih murah. Namun, dia menyebut jika sudah memasuki periode Maret—Mei, beras SPHP akan lebih banyak diminati, sebab harga gabah yang sudah mulai mahal.
Lebih lanjut, dia juga mengaku bahwa persediaan beras SPHP di pedagang pasar masih ada. “Kita sudah nggak ada stok SPHP, sudah di pedagang semua. Tapi saya tanya sama pedagang-pedagang kami yang dari zaman dulu saja masih banyak beras SPHP 5 kilogram,” pungkasnya.
Merujuk data Perum Bulog per 13 Januari 2025 pukul 08.00 WIB, realisasi penyaluran beras SPHP baru mencapai 9.917 ton atau 6,61% dari target 150.000 ton untuk pagu Januari 2025.
Sampai dengan 13 Januari 2025, penyaluran beras SPHP tertinggi terjadi di wilayah DKI Jakarta dan Banten, yakni mencapai 1.552 ton atau sekitar 4,31%. Artinya, sisa pagu Januari di wilayah ini adalah 34.436 ton.
Di sisi lain, Aceh menjadi wilayah dengan realisasi penyaluran SPHP terendah dengan persentase hanya mencapai 1,21% atau baru 38 ton.
Adapun, saluran untuk beras SPHP dilakukan melalui pengecer, Satgas, pemerintah daerah (Pemda) melalui program Gerakan Pasar Murah (GPM), dan Sinergi BUMN melalui outlet binaan.