Bermodal Sertifikat, Ria Agustina Buka Klinik Kecantikan Berujung Pidana

Bermodal Sertifikat, Ria Agustina Buka Klinik Kecantikan Berujung Pidana

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Subdit Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menangkap pemilik Ria Beauty, Ria Agustina (33), Minggu (1/12/2024).

Tidak sendiri, Ria ditangkap bersama karyawannya, DN (58), saat melayani treatment derma roller tujuh pelanggan di kamar hotel wilayah Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan.

“Dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan khasiat, kemanfaatan dan mutu,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Wira Satya Triputra, Jumat (6/12/2024).

“Dan atau setiap orang yang bukan tenaga medis atau tenaga kesehatan melakukan praktik sebagai tenaga medis atau tenaga kesehatan yang telah memiliki surat izin praktik (SIP),” tambah dia.

RA dan DN dijerat Pasal 435 juncto Pasal 138 ayat (2) dan/atau ayat (3) dan/atau Pasal 439 juncto Pasal 441 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan

Ancaman hukuman terhadap dua tersangka maksimal selama 12 tahun atau denda paling banyak sebesar Rp 5 miliar.

Penangkapan bermula saat polisi mendapatkan informasi dari media sosial tentang maraknya praktik salon Ria Beauty di kamar hotel.

Berbekal informasi ini, penyidik berpura-pura menjadi calon pelanggan dan menanyakan melalui WhatsApp tentang treatment derma roller pada Kamis (14/11/2024).

“Oleh admin Ria Beauty dimintai identitas foto dan foto wajah. Kemudian diberitahukan biayanya senilai Rp 15 juta. Jika berminat, segera membayar DP sebesar Rp 1 juta,” ujar Wira.

Satu hari setelahnya, penyidik diundang ke sebuah grup WhatsApp bernama Derma Roller Jakarta Desember. Di dalam grup tersebut, terdapat sembilan calon pasien lainnya.

Beberapa hari kemudian, penyidik menerima informasi dari grup tersebut bahwa jadwal treatment derma roller akan berlangsung di hotel kawasan Kuningan pada 1 Desember 2024.

Saat hari tiba, polisi menggerebek kamar 2028 di tempat kejadian perkara (TKP). Di sana, Ria dan DN tengah menerima tujuh pasien.

Barang bukti yang disita, yakni 4 underpads, 1 alat pelindung diri (APD), 13 handuk, 7 head band, 31 suntikan kecil, 4 suntikan besar, 4 krim anestesi merek Forte Pro, dan 10 derma roller.

Ada juga 1 derma pen, 1 serum jerawat, 1 toples krim anestesi, 15 ampoul obat jerawat, 1 anestesi, 1 ponsel, 27 roller, uang tunai Rp 10,7 juta, dan ATM BCA berisi Rp 57 juta.

Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, Ria menggunakan alat derma roller yang tidak mempunyai izin edar.

“Membuka jasa menghilangkan bopeng pada wajah dengan cara digosok menggunakan alat GTS roller yang belum memiliki izin edar, hingga jaringan kulit menjadi luka,” ujar Wira.

Selain itu, Ria menggunakan krim anestesi dan serum yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Masih berdasarkan hasil pemeriksaan, kedua tersangka bukan merupakan tenaga kesehatan. Diketahui, Ria merupakan sarjana perikanan.

“Tersangka (Ria) mengaku memiliki kompeten yang sah dengan didukung oleh sertifikat pelatihan yang dia miliki,” kata Wira.

Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Syarifah Chaira Sukma mengungkapkan, tarif yang dipatok Ria untuk perawatan senilai jutaan rupiah.

“Biayanya (per satu kali treatment) cukup mahal, di atas Rp 10 juta, Rp 85 juga ada biaya sekali perawatan,” ujar Syarifah di Polda Metro Jaya, Jumat (6/12/2024).

Sementara, perawatan yang ditawarkan oleh Ria melalui klinik kecantikannya ini beragam, yakni tangan, wajah, kemaluan, bahkan anus.

“Ya di muka saja, kami membayar Rp 15 juta per sekali treatment. Bayangkan, kalau misalnya 1 hari dilakukan 12 sampai 15, omzetnya bisa Rp 200 juta-an,” kata Syarifah.

Ria telah membuka Ria Beauty selama lima tahun terakhir. Namun, untuk praktik treatment derma roller, sudah lebih dari lima tahun.

Polda Metro Jaya membuka posko pengaduan untuk warga yang menjadi korban praktik Ria Beauty.

Pasalnya, polisi belum menerima laporan resmi dari korban.

Penangkapan terhadap Ria dan DN merupakan laporan tipe A atau yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa tersebut.

“Untuk jumlah korban, memang belum ada yang melaporkan secara resmi kepada kami. (Tetapi) kami membuka peluang untuk mereka melaporkan ke kami. Jadi, akan kami data,” kata Syarifah.

Warga yang merasa menjadi korban diminta datang ke Unit 1 Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Metro Jaya dengan membawa sejumlah administrasi.

“Seperti bukti pembayaran (saat menjadi konsumen Ria Beauty), kartu tanda penduduk (KTP), dan foto-foto (pendukung),” ungkap Syarifah.

Kuasa hukum Ria, Raden Ariya mengeklaim, kliennya tidak pernah mengaku sebagai seorang dokter kepada pelanggan yang menjalani perawatan di Ria Beauty. Sejak awal, kliennya mengaku sebagai ahli kecantikan.

Raden juga mengeklaim, dalam menangani pelanggan yang treatment derma roller di Ria Beauty, kliennya tidak sembarangan atau sekadar belajar dari Youtube.

Ria mengantongi sertifikat yang diterbitkan oleh berbagai lembaga, baik dalam maupun luar negeri.

Raden lantas menunjukkan sejumlah sertifikat yang diklaim milik Ria ke para awak media.

Beberapa sertifikat itu di antaranya diterbitkan lembaga Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Tahun 2023, Pacific International Beauty Institute Tahun 2023, dan Comité International d’Esthétique et de Cosmétologie Tahun 2023.

Ada juga sertifikat dari Confederation of International Beauty Therapy and Cosmetology (CIBAC) Tahun 2023, Aesthetic Multispecialty Society Tahun 2021, The CPD Certification Service Tahun 2021 dan Lembaga Kursus, Pelatihan Kecantikan Estetika dr. Aldjoefrie Tahun 2022, hingga Korean International Academy of Beauty Medicine Society (KIABMS) Tahun 2020.

Menurut Raden, Ria memang tidak membuka klinik kecantikan, melainkan salon.

“Karena benar, beliau bukan dokter. Dalam biodata di Instagram, beliau itu adalah tabib kecantikan atau bukan dokter, bukan dokter,” kata Raden.

“Dia itu menyampaikan berkali-kali ke customer, ke pasiennya bahwa dia itu bukan dokter. Tapi kalau pasiennya memanggil dia dokter, ya terserah. Orang memanggil apa kan terserah,” imbuh dia.

Sumber