Berselancar dalam Konflik Iran dan Israel

Berselancar dalam Konflik Iran dan Israel

Serangan rudal Iran menuju Israel menjadi ancaman geo-ekonomi baru bagi dunia, karena akan mengakibatkan ketidakstabilan dan kerapuhan baru. Kondisi perekonomian dunia yang baru saja keluar dari heating phase sepertinya akan berjalan menuju incandescence phase di mana akan semakin sulit keluar menuju keseimbangan baru bahkan akan terus berjalan pada keseimbangan krisis baru.

Multi-polarisme global terus terlihat dan menjadi wajar bagi banyak negara karena berjalannya sistem double standard yang terus menerus dilakukan dan diwajarkan banyak negara di dunia terutama negara barat. Pernyataan hipokrit Barat seharusnya dihentikan karena akan terus membawa dunia menuju keseimbangan krisis baru atau hal ini sengaja dilakukan dengan motif meningkatkan Produk Domestik Bruto mereka?

Pada 2023 misalnya, di tengah konflik Ukraina-Rusia, penjualan perusahaan pertahanan Amerika meraup US$81 miliar atau naik 50 persen (y-o-y), bahkan data terbaru juga menunjukkan dari periode Januari hingga September 2024 penjualan senjata dan peralatan militer Jerman meningkat menjadi €11 miliar (sekitar Rp 186,9 triliun). Penjualan senjata di Prancis juga kembali memecahkan rekor di mana ekspor senjata mencapai US$30 miliar atau naik 76,47 persen (y-o-y) pada 2022.

Melakukan Pemetaan

Pertanyaannya, Indonesia bisa apa? Sebagai suatu bangsa, walaupun kita belum mempunyai kemampuan dalam penjualan perlengkapan dan senjata militer, namun kita harus memahami dengan melakukan pemetaan yang komprehensif mengenai peluang spill-over yang mungkin akan terjadi dan merambat menjadi masalah domestik dari berbagai konflik geopolitik.

Kita harus menyadari bahwa sebagai suatu bangsa kita juga tidak memiliki kemampuan bahkan telah menjadi bangsa yang "ketergantungan" dengan energi dan pangan dari negara lain dimana hal ini menjadi modal utama dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.

Indonesia harus sadar bahwa negara Barat "sengaja" mempertahankan berbagai krisis yang bersifat irregular warfare atau dalam doktrin Amerika Serikat disebut sebagai perjuangan keras antara aktor negara dan non-negara untuk mendapatkan legitimasi dan pengaruh atas populasi yang relevan dengan melakukan kontrol terhadap institusi dan infrastruktur penting.

Mapping dari konflik yang sengaja dibuat dalam peta geopolitik barat saat ini telah terlihat bahwa mereka akan melakukan bowl of noodles conflicts, yakni dengan sengaja membuat konflik menjadi berkelit, saling menarik hingga tak dapat ditarik dan akhirnya menjadi berkepanjangan dan saling mengikat. Irregular warfare menjadi barang berbahaya karena tentu saja akan memakan banyak korban sipil dan mereka dapat menggunakan isu tersebut untuk memonetisasi isu kemanusiaan atau isu HAM yang menjijikkan.

Konflik yang dibuat oleh Amerika Serikat di Taiwan, Hong Kong, dan Ukraina tentu sengaja dibuat untuk membuat konflik bergerak horizontal dan membuat simpul-simpul yang dilintasi oleh konflik tersebut (konflik kawasan Barat dan Timur). Melalui berbagai negara proksinya, Amerika Serikat sendiri juga memainkan gerilya konflik vertikal (konflik kawasan Utara dan Selatan) seperti konflik di Semenanjung Arab yang terjadi akibat pembagian kekuasaan antara Inggris dan Prancis.

Konflik di Papua yang dimainkan oleh Australia, dan beberapa kali Amerika Serikat juga tanpa kita sadari sudah mulai testing the water dengan ingin menyelam dalam konflik Laut China Selatan, namun karena presidensi Indonesia di ASEAN yang cukup berhasil akhirnya negeri Paman Sam memiliki keraguan untuk bermain di Asia Tenggara.

Melihat Skenario Pertempuran

Teori Permainan tentu akan sangat menarik dilakukan untuk melihat skenario pertempuran geopolitik dan geo-ekonomi dunia saat ini. Konflik yang terjadi secara global saat ini tentu bukan hanya didorong oleh motif "ketidaksukaan" saja, tetapi lebih dominan dipengaruhi oleh kekuatan likuiditas dan sumber daya terutama minyak. Agenda global menuju transisi hijau yang semu tentu menjadi pertanyaan, mengapa kita masih meributkan sumber daya terutama minyak apabila agenda global hanya murni untuk menggunakan energi hijau?

Indonesia tetap harus mempertahankan cadangan minyak dengan menjaga pasokan karena bukan tidak mungkin Iran secara brutal akan melakukan banned terhadap jalur Selat Hormus, dan yang menjadi pertanyaan manakah jalur potensial yang dapat menjadi solusi? China yang menghidupkan kembali Jalur Sutra dalam kerangka Belt Road Initiative akan mendapatkan manfaat maksimal; saat Selat Hormus ini akan ditutup oleh Iran, maka pekerjaan rumah pemerintahan baru nantinya mengamankan cadangan minyak dalam negeri, menjalin hubungan serta diskusi dengan Iran, dan menambah romansa hubungan dengan China mengenai kerja sama dalam Belt Road Initiative.

Indonesia tidak perlu berselancar dalam konflik Iran dan Israel karena bukan tidak mungkin hanya akan menambah kompleksitas karena posisi pertahanan dan keamanan Indonesia yang lemah dari sisi militer tentu tidak akan siap serta mampu untuk menangani ‘current conflict situation’. Sebagai suatu bangsa, meski kita telah mengalami perbaikan dalam persediaan alutsista namun kita tetap harus menjalankan autokoreksi karena wilayah kita dikepung oleh negara proksi Amerika Serikat dan Israel.

Saat ini juga, Amerika Serikat juga memainkan permainan holism conflict dengan memasukkan variabel isu antara holy dan healthy yang dipublikasi dengan algoritma media sosial bahkan terus memainkan resolusi PBB sebagai alat pembenaran. Maka dari itu, kelompok Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) harus berhati-hati dalam menentukan sikap yang menyikapi konflik semenanjung Arab.

Ke depannya, bahkan negara Vatikan sekalipun juga harus melihat konflik yang akan digarap dengan lanskap yang lebih holistik dan bijak. Pada saat holism conflict menjadi keniscayaan, maka masa depan dunia bukan tidak mungkin dapat bergerak seperti ‘Perang Salib’ yang pernah terjadi dalam sejarah peradaban kita dan membuat kompleksitas permasalahan global.Ke depannya, Indonesia khususnya pemerintahan baru harus mempunyai paradigma baru mengenai peta geopolitik dan geo-ekonomi global agar tidak masuk dalam pusaran "krisis keseimbangan baru" yang sengaja dirajut oleh Barat. Posisi Indonesia yang saat ini sangat tidak menguntungkan harus diperbaiki dan terus dinavigasi terutama pada bidang ekonomi dan security.

Isu kemerdekaan Palestina sesuai pembukaan UUD NRI 1945 memang harus terus dikawal, namun kita belum mempunyai aturan yang melandasi pemikiran tersebut. Maka, Indonesia perlu menyusun UU Anti Penjajahan untuk mempermudah langkah kebijakan yang salah satunya dengan mengawal kemerdekaan Indonesia dalam bidang militer, ekonomi, sosial, dan politik. Pembenahan dari dalam negeri perlu dilakukan sebelum melakukan politik internasional yang bebas aktif.

Jonathan Ersten Herawan Junior Analyst PP ISEI, mahasiswa Prodi MET UAJ

Simak Video Jika Iran Menyerang, Israel Akan Balas dengan Sangat Keras!

[Gambas Video 20detik]

Sumber