Bersiap untuk Penerapan Standar Pengungkapan Keberlanjutan
Pelaporan keberlanjutan kini menjadi aspek penting dalam tata kelola perusahaan di Indonesia seiring dengan globalisasi dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Pada November 2024, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan Dokumen Konsultasi Publik terkait Peta Jalan Standar Pengungkapan Keberlanjutan (SPK), sebuah langkah awal menuju penyusunan dan penerapan standar pengungkapan yang akan berlaku pada 1 Januari 2027.
Dokumen tersebut menjadi landasan dalam menciptakan ekosistem pelaporan keberlanjutan yang lebih terstruktur dan terukur, yang diharapkan dapat mendukung pengembangan keuangan berkelanjutan di Indonesia. Di tingkat global, Standar Pengungkapan Keberlanjutan yang diterbitkan oleh International Sustainability Standards Board (ISSB) pada 2023 telah mendapatkan penerimaan luas, dengan lebih dari 26 negara, termasuk Singapura, Malaysia, dan Filipina telah berkomitmen untuk mengimplementasikan standar ini.
Bahkan beberapa negara seperti Australia dan Uni Eropa sudah mulai menerapkan ISSB Standards sejak 2024. Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dihadapkan pada kebutuhan mendesak untuk mengadopsi standar ini agar tetap relevan dan kompetitif dalam era baru laporan keberlanjutan.
SAK dan SPK
Di Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) oleh IAI diadopsi dari standar internasional (IFRS Accounting Standards) yang diterbitkan oleh International Accounting Standards Board (IASB). SAK tersebut mengintegrasikan prinsip dan pedoman yang terdapat dalam IFRS untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan mencerminkan standar akuntansi internasional yang diterima secara global.
Selain itu, Indonesia juga mengikuti perkembangan standar internasional terkait pengungkapan keberlanjutan yang diterbitkan oleh ISSB. ISSB bertanggung jawab untuk menetapkan IFRS Sustainability Disclosure Standards. Dengan mengacu pada standar tersebut, diharapkan pengungkapan terkait keberlanjutan yang dilakukan oleh perusahaan dapat memberikan gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai dampak sosial, lingkungan, dan tata kelola terhadap kinerja finansial.
Sesuai dengan hal tersebut, Indonesia menyusun SPK yang dirancang untuk memastikan bahwa pengungkapan keberlanjutan perusahaan sejalan dengan standar internasional yang telah diterbitkan oleh ISSB. Penyusunan laporan keberlanjutan yang mengikuti SPK diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan terhadap isu keberlanjutan, serta memberikan informasi yang lebih bermanfaat bagi pemangku kepentingan dalam membuat keputusan.
Kesiapan Penerapan SPK
Penerapan SPK di Indonesia bukan tanpa tantangan. Salah satu isu utama adalah disparitas kesiapan perusahaan, khususnya antara perusahaan besar yang sudah memiliki sumber daya dan infrastruktur yang memadai dengan perusahaan kecil yang menghadapi tantangan lebih besar dalam menyusun laporan keberlanjutan sesuai dengan standar internasional. Dibutuhkan kerja sama antara berbagai pemangku kepentingan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, serta kementerian terkait untuk memastikan ekosistem pelaporan keberlanjutan berjalan dengan baik.
IAI dengan pengalaman lebih dari 50 tahun dalam menyusun standar akuntansi keuangan, memiliki peran penting dalam memfasilitasi transisi tersebut. Penerapan SPK juga menuntut perubahan regulasi yang ada, salah satunya adalah Peraturan OJK 51/2017 yang saat ini mengatur pelaporan keberlanjutan. IAI mengusulkan revisi agar peraturan tersebut merujuk langsung pada standar pengungkapan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntan. Ini akan memberikan dasar hukum yang lebih kuat bagi perusahaan untuk menyusun laporan keberlanjutan dengan mengacu pada standar internasional yang berlaku.
Selain itu, tantangan terbesar dalam implementasi SPK adalah kesiapan sumber daya manusia. Salah satu langkah penting yang bisa diambil oleh IAI adalah mengembangkan sertifikasi keahlian terkait keberlanjutan, seperti yang telah dilakukan di negara-negara maju. Sertifikasi ini akan memastikan bahwa para profesional yang terlibat dalam penyusunan dan pengawasan laporan keberlanjutan memiliki kompetensi yang sesuai.
IAI dapat mengembangkan sertifikasi baru, kolaborasi atau mengambil alih sertifikasi yang sudah ada, seperti Certified Sustainability Reporting Specialist (CSRS) dan Certified Sustainability Reporting Assurer (CSRA), yang saat ini diselenggarakan oleh National Center for Corporate Reporting (NCCR).
Kolaborasi antara regulator, perusahaan, dan IAI sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pelaporan keberlanjutan yang efektif. Dalam jangka panjang, hal ini akan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan memperkuat daya saing Indonesia di pasar global. Dengan adanya regulasi yang jelas, infrastruktur yang memadai, serta sumber daya manusia yang kompeten, Indonesia dapat memanfaatkan potensi besar yang dimiliki menuju ekonomi berkelanjutan.
Sebagai negara dengan tantangan dan peluang besar dalam menghadapi perubahan iklim, Indonesia harus melakukan integrasi keberlanjutan ke dalam sistem pelaporan dan tata kelola perusahaan. Penerapan standar pengungkapan keberlanjutan yang berbasis pada ISSB adalah langkah yang tepat untuk memastikan bahwa Indonesia tetap berada di jalur yang benar dalam mendukung pembangunan berkelanjutan global, sekaligus memperkuat posisi ekonomi Indonesia di pasar dunia.
Intan Pratiwi Accounting Policy Analyst di Pratama Institute for Fiscal & Governance Studies