Bersyukur Presidential Threshold Dihapus, PKS: Ketimbang Cuma 2-3 Pasangan Seperti Pilpres 2014-2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan, PKS bersyukur Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
HNW menyebut PKS mendukung keputusan MK itu meskipun terlambat.
"Iya, dan kami PKS dukung keputusan MK tersebut sekalipun terlambat. Setelah banyak pihak termasuk PKS mengajukan JR terkait PT 20 persen, Alhamdulillah akhirnya MK mengabulkan juga," ujar HNW kepada Kompas.com, Kamis (2/1/2025).
HNW menyampaikan, PKS menyambut baik dan mendukung keputusan MK tersebut.
Menurutnya, meski jumlah capres dan cawapres berpotensi lebih banyak, itu jauh lebih demokratis dan sesuai konstitusi.
"Ketimbang hanya 2 atau 3 pasangan seperti dalam Pilpres 2014-2024 semenjak diberlakukannya PT 20 persen, yang menghadirkan pembelahan dan pembatasan capres/cawapres yang berkualitas," tuturnya.
HNW menyarankan agar MK juga konsisten dengan menghapus angka threshold di kontestasi pilkada.
Konsistensi itu, kata dia, sebagai bukti bahwa keputusan-keputusan MK benar-benar berbasiskan ketentuan konstitusi yang memang tidak mengenal pembatasan dalam bentuk threshold.
"Juga agar keputusan MK itu sesuai dengan konstitusi, maka terhadap khususnya Pasal 6A Ayat 1, mestinya MK juga mengoreksi keputusan MK sebelumnya yang menjadikan pilpres dilaksanakan serentak dengan pileg. Mestinya dipisahkan, karena konstitusi tidak menyebut/mengatur pemilu (pileg dan pilpres) serentak," kata HNW.
"Mestinya dipisah seperti saat Pemilu 2004 hingga 2014, pileg diselenggarakan bulan Februari dan pilpres diselenggarakan bulan Juni. Itu lebih sesuai dengan teks konstitusi, dan itu perlu dilakukan oleh MK agar semua ketentuan MK betul-betul karena konsistensi menaati aturan konstitusi," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold.
Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan.
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” katanya.