Bertemu PMI Ilegal yang Gagal Berangkat, Menteri Karding: Kasihan Kerja Jauh, tapi Tak Diperlakukan Baik…

Bertemu PMI Ilegal yang Gagal Berangkat, Menteri Karding: Kasihan Kerja Jauh, tapi Tak Diperlakukan Baik…

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding menemui delapan calon PMI ilegal yang hampir diberangkatkan ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA) di Shelter PMI, Tangerang, Kamis (26/12/2024).

Karding mengaku kasihan dengan mereka yang berangkat secara ilegal, karena bisa saja malah diberangkatkan ke negara lain.

Selain itu, para PMI ilegal juga berpotensi diperlakukan tidak adil, meski sudah jauh-jauh pergi ke Abu Dhabi.

"Iya kalau beneran berangkat ke Abu Dhabi. Entar kalau diantarnya ke Irak, bagaimana?" ujar Karding kepada para PMI ilegal.

"Nanti semau-maunya majikan. Kasihan teteh. Jadi sudah jauh-jauh bekerja, tapi gaji rendah, tidak diperlakukan baik," sambungnya.

Selain itu, Karding juga khawatir dengan para PMI ilegal yang bisa saja sakit selama berada di luar negeri.

Menurutnya, alangkah baiknya jika para calon PMI memiliki sertifikasi supaya gaji di luar negeri bisa lebih tinggi.

"Kalau kakak tidak prosedural, nanti dokumen ditahan majikan. Sudah berat, seenaknya dia. Nanti kerja juga sama keluarganya, gajinya sama. Kan kasihan. Kadang-kadang enggak digaji. Nah itu. Kalau prosedural, kami menteri tahu siapa yang kirim," tutur Karding.

Sementara itu, Karding meminta kepada para korban untuk pulang ke daerahnya masing-masing, mulai dari NTB, Lampung, dan Karawang.

Karding meminta para calon PMI itu untuk berangkat secara legal.

"Supaya ada jaminan. Jadi berangkat harus ada izin. Pulang dulu saja, disehatin dulu badannya. Diskusi sama keluarga," katanya.

Karding menegaskan pihaknya akan menangkap para pelaku yang ingin memberangkatkan PMI secara ilegal.

"Tangkap, Pak, yang nipu kami," kata salah satu korban.

"Nanti yang nipu akan ditangkap dan diproses hukum. Semua yang perlakukan maupun terlibat kita proses hukum. Dikawal sampai hukuman tertinggi 10 tahun, denda Rp 15 miliar. Biar jera. Harus kena semua itu," imbuh Karding.

Sumber