Berubahnya Kelamin Remaja Perempuan di Bogor Menjadi Laki-laki, Kenapa Bisa Terjadi?
BOGOR, KOMPAS.com - Seorang remaja berinisial TAP (15) asal Cibungbulang, Kabupaten Bogor, disebut mengalami perubahan kelamin, dari yang sebelumnya perempuan menjadi laki-laki.
Ibunda TAP, S (42), mengatakan, anaknya yang kini kelas tiga SMP itu dinyatakan berjenis kelamin perempuan saat lahir. Karena itu, TAP dibesarkan dan berpenampilan selayaknya anak perempuan.
“Waktu lahirnya perempuan. Waktu SMP kelas 7, 8, 9 juga masih pakai kerudung, pakai androk,” kata S kepada Kompas.com, Rabu (11/12/2024).
S mengatakan, sejak TAP duduk di kelas 2 SMP, dia merasa khawatir karena anaknya belum juga mengalami menstruasi, berbeda dengan teman-teman sebayanya.
Awalnya, S menduga TAP hanya terlambat mengalami menstruasi, sama seperti kakaknya yang baru mendapatkan menstruasi pada usia 15 tahun.
"Saya ingin bawa dia ke puskesmas, tapi berpikir nanti juga dapat mens," ujar S.
Namun, kekhawatiran S semakin besar usai memeriksa kondisi fisik TAP saat mandi. Saat itu, S menyadari kelamin anaknya tampak seperti kelamin laki-laki.
Oleh sebab itu, S akhirnya membawa TAP ke puskesmas pada 23 Oktober 2024 untuk menjalani pemeriksaan. Di puskesmas, dokter menyatakan TAP sebenarnya berjenis kelamin laki-laki.
Namun, S bersikukuh anak yang dilahirkannya pada tahun 2010 itu berjenis kelamin perempuan saat dilahirkan.
“Kata dokter, ini memang sudah laki-laki. Saya kaget, karena waktu lahir dia dinyatakan perempuan," tutur S.
Dalam pemeriksaan, dokter menemukan adanya testis pada tubuh TAP sehingga sang anak bukan berjenis kelamin perempuan.
Setelah itu, TAP dirujuk ke beberapa rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut, termasuk ke rumah sakit di wilayah Dramaga, Cibinong, hingga RS Fatmawati, Jakarta Selatan, untuk menjalani tes hormon dan kromosom.
Usai dilakukan pemeriksaan, dokter menyarankan agar TAP menjalani serangkaian operasi, dimulai dengan operasi penurunan testis dan perbaikan saluran kemih.
“Untuk operasinya gak sekali, dua sampai tiga kali secara bertahap. Sekarang diturunin bijinya dulu, nanti kedua kalinya air kencing dipindahin,” kata S.
Namun, biaya yang dibutuhkan untuk tindakan operasi cukup besar. S berujar, biaya untuk pemeriksaan kromosom saja mencapai Rp 8,5 juta.
Meski begitu, tindakan operasi yang dibutuhkan oleh TAP sebenarnya bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Hanya saja, keluarga ingin TAP bisa segera dioperasi.
“Kami ingin cepat-cepat operasi, tapi kalau pakai BPJS harus menunggu lama sampai dua bulan,” keluh S.
S ingin TAP bisa segera menjalani tindakan medis sehingga ia bisa hidup sesuai identitas biologisnya.
“Anaknya memang ingin cepat-cepat operasi, bapaknya juga ingin cepat kelar, ingin semuanya selesai dan rapi,” kata S.
Lebih lanjut, S berharap pemerintah memberikan bantuan untuk membiayai operasi yang dibutuhkan TAP.
“Semoga bisa dibantu karena kalau operasi tanpa BPJS biayanya besar,” ujar S.
Dokter spesialis urologi, dr. Regi Septian M.Kes, Sp.U mengungkapkan, kondisi yang dialami oleh TAP merupakan genitalia ambigu atau ambigous genitalia. Ini merupakan kondisi jenis kelamin anak tidak terlihat jelas.
"(Kondisi yang dialami TAP) Masuknya ambigous genitalia yang termasuk klasifikasi gangguan perkembangan genitalia atau istilah medisnya disorder of sexual development (DSD). Ini salah satunya adalah hipospadia tipe berat yang disertai kelainan bentuk kelamin lainnya," jelas Regi kepada Kompas.com, Kamis (12/12/2024).
Ambigous genitalia memiliki gejala yang disebut hipospadia. Regi menyampaikan, hipospadia adalah gangguan bawaan lahir yang ditandai dengan ujung lubang kencing yang tidak berada di tempat normal sehingga pancaran kencing tidak normal dan memancar ke bawah.
"Hipospadia derajatnya berbeda-beda dari ringan sampai berat. Hipospadia dapat juga dibarengi dengan gangguan lain, seperti penis bengkok maupun gangguan perkembangan testis dan buah zakar, yang dinamakan undescenses testis dan transposisi penoscrotal," jelas Regi.
"Gangguan yang kompleks dinamakan ambigous genitalia, inilah yang sering kali di masyarakat menjadi kasus yang dijabarkan sebagai pergantian kelamin. Salah satunya kasus di Bogor (kasus yang menimpa TAP) karena orangtua bingung membedakan apakah anaknya laki-laki atau perempuan," sambungnya.
Pada intinya, kata Regi, tidak semua jenis hipospadia menyebabkan orangtua mengalami kebingungan dalam menentukan jenis kelamin anaknya.
Dalam kasus hipospadia yang ringan, orangtua biasanya langsung mengenali anaknya sebagai anak laki-laki saat dilahirkan.
"Nah kasus ini (yang dialami TAP) kemungkinan yang tipe berat. Jadi waktu lahir anaknya dikenali sebagai perempuan (enggak tahunya laki-laki), ini sering terjadi. Makanya disarankan cek karyotyping dahulu sebelum operasi rekonstruksinya," kafa Regi.
Lebih lanjut, Regi menyampaikan, beberapa kasus ambigous genitalia yang berat selain mengalami hipospadia juga dapat disertai bentuk kelamin yang membingungkan, seperti penis yang kecil menyerupai klitoris, lubang kencingnya ada di pangkal penis atau bentuk scrotum yang abnormal (transposisi penoscrotal), serta scrotum yang tidak berisi testis (undescenses testis).
"Sehingga bentuk penis dan scrotum menyerupai klitoris dan labia pada vagina, akhirnya orangtua bingung mengenali bentuk kelaminnya sejak bayi," tutur Regi.