Blokade Warga di Kebun Sawit Bengkulu Berakhir Setelah 48 Hari, Situasi Diklaim Sudah Kondusif

Blokade Warga di Kebun Sawit Bengkulu Berakhir Setelah 48 Hari, Situasi Diklaim Sudah Kondusif

BENGKULU, KOMPAS.com– Setelah bentrok antara ratusan karyawan perusahaan kebun kelapa sawit dan warga di Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara, yang memblokade perusahaan selama 48 hari sejak 6 November 2024, polisi menyatakan situasi kini telah aman dan kondusif.

"Situasi sudah aman dan kondusif. Kami masih melakukan penyelidikan terkait perkara ini," kata Kapolres Bengkulu Utara, AKBP Lambe Patabang Birana, saat dikonfirmasi melalui telepon, Senin (23/12/2024).

Polisi telah menempatkan sejumlah personel untuk melakukan pengamanan dan pengawalan di lokasi.

Sementara itu, Direktur Utama PT Agricinal, Imanuel, menjelaskan blokade yang dilakukan warga telah diurai.

"Blokade sudah dibuka oleh polisi," ujar Imanuel melalui pesan singkat pada Kompas.com, Senin (23/12/2024).

Aksi Pembubaran Blokade Terekam Video

Beberapa video yang menunjukkan pembubaran blokade warga telah beredar di jejaring sosial dan grup WhatsApp.

Aksi tersebut dimulai ketika ratusan karyawan perusahaan mencoba membuka portal blokade.

Aksi tersebut mendapat perlawanan dari ratusan warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Bumi Pekal (FMBP), yang mengakibatkan terjadinya aksi saling dorong. Salah satu tokoh FMBP, Saukani, menyebutkan bahwa tiga warga terluka akibat benda tajam.

"Ada warga yang terluka seperti sayat benda tajam," kata Saukani.

Aparat kepolisian yang tiba di lokasi langsung mengamankan situasi, dan beberapa warga turut diamankan oleh polisi.

Tuntutan Warga dan Implikasi Blokade

Sebelumnya, ratusan warga yang tergabung dalam FMBP melakukan pendudukan lahan perusahaan dengan menutup semua akses masuk.

Mereka menuntut agar perusahaan transparan dalam menunjukkan dokumen Hak Guna Usaha (HGU) asli, serta bukti fisik atau objek tanah yang termasuk dalam HGU, dan batas HGU.

Beberapa kali mediasi antara perusahaan dan warga dilakukan, baik yang difasilitasi kepolisian maupun bupati, namun belum membuahkan hasil. Warga kemudian memutuskan untuk memblokade akses utama perusahaan.

Perusahaan mengklaim bahwa akibat blokade, sekitar 700 ton CPO (crude palm oil) tidak dapat keluar dan lebih dari 800 karyawan tidak dapat bekerja serta menerima gaji.

Warga mengklaim blokade ini merupakan puncak dari kekecewaan mereka, karena belum ada jalan keluar yang ditemukan antara perusahaan dan warga.

Sumber