BMKG Sebut Potensi Banjir Bandang dan Tanah Longsor Masih Bisa Terjadi di Sukabumi

BMKG Sebut Potensi Banjir Bandang dan Tanah Longsor Masih Bisa Terjadi di Sukabumi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa potensi longsor dan banjir bandang masih bisa terjadi di Jawa Barat selama bulan Desember 2024.

Pasalnya, menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, puncak musim hujan di Jawa Barat terjadi pada bulan Desember 2024 dan Januari 2025.

Oleh karena itu, dia mengimbau agar masyarakat di Jawa Barat, terutama warga yang berada di lokasi bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sukabumi beberapa waktu lalu, untuk lebih berhat-hati.

"Potensi longsor dan banjir bandang masih dapat terjadi selama bulan-bulan ini, di mana puncak musim hujan di Jawa Barat itu Desember di bagian Selatan dan Januari di bagian utara sehingga mohon diwaspadai,” kata Dwikorita dikutip dari laman BMKG, Minggu (8/12/2024).

Sukabumi diketahui berada di bagian selatan tengah Jawa Barat.

Diketahui, Dwikorita mengunjungi lokasi bencana banjir dan tanag longor di Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi. Kemudian, melakukan Rapat Koordinasi Penanganan Banjir Bandang di Pendopo Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Jumat 6 Desember 2024.

Dalam pemaparannya, Dwikorita menjelaskan bahwa penyebab bencana alam banjir bandang, tanah longsor, dan keretakan tanah di Kabupaten Sukabumi pada 4 Desember 2024, adalah akibat adanya bibit siklon 95W di Laut Natuna Utara dan sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat daya Banten.

"Dampaknya terjadi angin kencang kemudian disertai gelombang tinggi di laut. Nah, di darat adalah meningkatnya curah hujan yang intensitasnya lebat hingga sangat lebat disertai angin kencang dan petir,” ujarnya.

Kemudian, Dwikorita melanjutkan bahwa kondisi tersebut mengakibatkan pembentukan pola belokan angin dan pertemuan angin di wilayah Jawa Barat.

Di sisi lain, dia mengatakan, gelombang kelvin aktif di perairan barat Pulau Jawa turut berperan meningkatkan pembentukan awan.

Selain itu, berdasarkan analisis BMKG pada saat kejadian, terpantau pertumbuhan awan di wilayah Kabupaten Sukabumi yang membuat hujan dengan intensitas sedang hingga lebat sejak dini hari hingga siang.

Dwikorita juga menyebutkan bahwa dari hasil tinjauan di lapangan, BMKG mendapati terjadinya fenomena retakan tanah di pemukiman warga setempat yang cukup parah yang menyebabkan masyarakat harus mengungsi.

Menurut dia, retakan tanah yang terjadi akibat hujan lebat yang menyebabkan longsor. Ditambah lagi, berdasarkan data BMKG, dalam 10 hari terakhir terjadi gempa bumi di wilayah Jawa Barat dengan magnitude lemah dan tidak sampai dirasakan masyarakat.

"Karena gempanya dapat menggoyang tebing dan ketika diguyur hujan maka dampak lanjutannya akan jadi lebih mudah longsor," kata Dwikorita.

Setelah longsor, dia mengatakan, materialnya akan menutup Lembah-lembah sungai dan membendung air hujan. Namun, ketika hujan terjadi terus menerus dengan intensitas lebat maka bendungan tidak akan kuat menahan dan akhirnya jebol sehingga menjadi banjir bandang.

Atas dasar itu, dia meminta masyarakat di lokasi bencana dan di Jawa Barat bagian Selatan dan Utara untuk tetap waspada karena puncak musim hujan akan terjadi pada bulan Desember 2024 dan Januari 2025.

Lebih lanjut, Dwikorita menyebut, BMKG juga telah mendeteksi kemunculan bibit siklon tropis 91S di Samudra Hindia, sebelah barat daya Banten yang diperkirakan akan memberikan dampak terhadap kondisi cuaca dan gelombang laut di Sebagian wilayah Indonesia dalam satu hingga tiga hari ke depan yakni 6-8 Desember 2024.

Dampak dari keberadaan bibit Siklon Tropis 91S diperkirakan meliputi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang di wilayah Lampung, Banten, Jawa Barat, dan Jabodetabek.

Sementara itu di wilayah perairan selatan Selat Sunda, dampak angin kencang dapat mencapai kisaran 15-25 knot (27-46 km/jam).

Selain itu, menurut Dwikorita, gelombang laut setinggi 1,25 hingga 2,5 meter diprediksi terjadi di kawasan Samudra Hindia, khususnya di selatan Bali hingga Nusa Tenggara Timur.

Gelombang yang lebih tinggi, dengan ketinggian antara 2,5 hingga 4,0 meter, berpotensi terjadi di perairan Bengkulu - Enggano, Perairan Barat Lampung, Samudra Hindia barat Bengkulu-Lampung, Selat Sunda bagian barat dan selatan, Perairan Selatan Banten, Perairan Garut-Pangandaran, hingga Samudra Hindia di barat daya Banten dan selatan Jawa Tengah.

Dia juga menjelaskan, pada lapisan atmosfer yang lebih tinggi, 3000 kaki (sekitar 900-an meter) kecepatan angin diperkirakan dapat mencapai hingga 35 knot (65 km/jam), kondisi ini menunjukkan potensi cuaca signifikan di wilayah sekitarnya.

"Bibit siklon 91S ini posisinya lebih dekat sehingga terus terang kami mengkhawatirkan itu makanya kami cek di lapangan. Biasanya yang terdampak duluan di Pelabuhan Ratu meningkatnya gelombang dan anginnya lebih kencang," ujarnya.

Sumber