Bos KRAS Blak-blakan Bumi Langit Harga Gas RI vs Timur Tengah
Bisnis.com, JAKARTA - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) mengungkap perbedaan harga gas untuk industri di Indonesia dan Timur Tengah yang selisih jauh, terlebih dalam hal mendorong pengembangan ekosistem industri baja hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan atau green steel.
Direktur Utama KRAS Muhammad Akbar mengatakan, pabrikan baja hijau milik perusahaan kalah ekonomis lantaran harga gas di Indonesia masih lebih mahal dibandingkan negara lain, salah satunya Oman, Timur Tengah.
"Sebagai gambaran di Oman, Timur Tengah, terus terang China dan lain-lain itu pindah ke sana bangun [produksi green steel], itu US$1 per MMBtu, jadi US$6 per MMBtu nggak akan ada," kata Akbar di Kantor Bisnis Indonesia, Rabu (8/1/2025).
Perusahaan pelat merah itu selama ini memanfaatkan harga gas bumi tertentu (HGBT) senilai US$6 per MMBtu yang juga belum masuk dalam nilai keekonomian. Kendati demikian, pihaknya masih terus mendorong pemerintah untuk memperpanjang kebijakan HGBT yang telah berakhir akhir tahun lalu.
Dalam hal ini, KRAS mengaku telah beraudiensi dengan Kepala SKK Migas selama 2 hari berturut-turut yang menyebut bahwa kelanjutan HGBT masih gamang lantaran pasokan gas yang tidak cukup. Terlebih, infrastruktur distribusi pipeline gas pun dinilai belum mumpuni.
"Iya minta maksimum perpanjangan, kalau bisa dibawahnya green steel kita bisa reactivate lagi," imbuhnya.
Pihaknya saat ini pun tengah terlibat untuk memasok pipa gas yang dibutuhkan sebagai upaya mempercepat distribusi gas. Kendati demikian, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan instalasi infrastruktur pipa membutuhkan waktu 3 tahun.
"Kalau jadi semua pipeline itu butuh instalasi infrastrukturnya at least 3 tahun, pipa Cisem II, Dusem. Tapi harus ada solusi jngka pendek, harusnya sudah ada karena dampak ekonominya sangat besar, defisitnya nanti kalau misalnya naik pabrik berhenti kelar industrinya, tenaga kerjanya," jelasnya.