Bos Smelter Klaim Sejumlah Aset yang Disita Kejagung Hasil Bisnis Sawit dan Walet
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik perusahaan smelter timah PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), Suwito Gunawan alias Awi mengeklaim berbagai aset miliknya yang disita penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) berasal dari bisnis sawit dan budidaya walet.
Keterangan itu Awi sampaikan ketika membacakan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa yang memintanya dinyatakan bersalah dalam dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk.
Menurut Awi, banyak asetnya yang disita Kejaksaan Agung didapatkan melalui kegiatan bisnis di luar kerjasama sewa smelter dengan PT Timah Tbk.
“Bahkan banyak yang perolehannya adalah jauh sebelum kerja sama ini saya lakukan dan juga memperoleh dari kegiatan usaha saya yang lain, seperti hasil sawit dan budidaya walet,” ujar Awi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).
Selain itu, kata Awi, aset-aset milik istrinya juga turut disita penyidik Kejaksaan. Padahal, harta benda itu diperoleh istrinya sendiri.
Ia pun meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mempertimbangkan betul-betul aset-asetnya yang disita Kejaksaan Agung itu.
Sementara, Suwito hanya mengikuti perjanjian yang diteken PT SIP dengan PT Timah Tbk.
“Apakah adil seluruhnya dirampas kepada negara atas perbuatan saya yang mentaati aturan dan perjanjian?” ujar Suwito.
Adapun sejumlah aset yang disita antara lain meliputi sejumlah lahan dan properti di Pangkal Pinang, Bangka Belitung hingga tanah dan perkebunan di Bangka Selatan.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menilai Awi terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ia dinilai bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dengan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis; eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan terdakwa lainnya.
Jaksa menilai, Awi melalui perusahaannya itu diperkaya hingga Rp 2,2 triliun.
Jaksa kemudian menuntut Awi dihukum 14 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti sesuai uang korupsi yang diterima.
Selain itu, jaksa juga menuntut Awi dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.