Bos Smelter Ngaku Rugi Kerja Sama dengan PT Timah, Hakim: Lah Kok Mau?
Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (PT RBT) Suparta mengaku mengalami kerugian bekerja sama dengan PT Timah. Hakim anggota Alfis Setiawan mempertanyakan alasan Suparta mau bekerja sama dengan PT Timah meski mengalami kerugian.
Suparta dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa beneficial owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia, Tamron alias Aon, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (4/11/2024). Mulanya, Suparta mengaku ada ada penurunan harga biaya produksi dari angka USD 4.000 menjadi USD 3.700, USD 3.400, hingga USD 2.800.
Suparta mengatakan permintaan penurunan angka tersebut berasal dari PT Timah. Suparta pun mengaku tidak mengetahui alasan PT Timah meminta penurunan biaya produksi tersebut.
"Kenapa mereka minta itu diturunkan?" tanya hakim.
"Tidak tahu, Yang Mulia. Sepihak dia minta turun karena harga dunia turun katanya, dia minta turun ya udah kita ikut," jawab Suparta.
"Ikut saja? Kok mau ikut saja?" tanya hakim.
"Nggak ada pilihan," jawab Suparta.
Hakim menilai seharusnya PT RBT dapat menolak kerja sama dengan PT Timah jika dinilai membuat rugi. Hakim kembali mempertanyakan alasan Suparta tetap bekerja sama dengan PT Timah, meski mengalami kerugian.
"Ini udah rugi saudara ini. 2020 udah rugi nih, cuma USD 2.800. Agustus udah USD 3.000 cuman. Juni USD 3.400. Udah rugi nih, masa kerja sama rugi," cecar hakim.
"Betul, Yang Mulia, kami minus," jawab Suparta.
"Lah kok mau? Pertanyaannya kan gitu? Kok mau rugi?" tanya hakim.
"Pilihannya cuma itu," jawab Suparta.
Hakim menilai sebagai pengusaha Suparta seharusnya tidak mau mengalami kerugian. Namun, Suparta mengatakan pihaknya mengalami kerugian sejak 2020.
"Nggak ada pengusaha yang mau rugi. Nggak ada. Kalau saudara pengusaha pasti nggak mau rugi kan? Nah, kenapa saudara mau rugi? Kalau benar ya angka yang saudara sebutkan tadi, biaya yang dibutuhkan adalah USD 3.000 sampai USD 3.500. Kalau itu adalah angka yang benar. Artinya, dari mulai Juni 2019, sampai akhir kerja sama, perusahaan saudara rugi kerja sama dengan PT Timah?" Tanya hakim.
"Di 2020 terakhir kami rugi," jawab Suparta.
Meski mengalami kerugian, Suparta menjelaskan pihaknya berupaya melakukan efisiensi. Dia mengklaim efisiensi itu membuat perhitungan pengeluaran dan pemasukan seri.
"Lek saja Yang Mulia. Seri saja hitungannya," ujar Suparta.
"Mana bisa seri? Tadi USD 3.200. Ini Agustus cuma USD 3.000. Ada USD 200. Rugi itu namanya!" ujar hakim.
"Kembali Yang Mulia, kami coba efisiensi lagi dari beberapa cost," ujar Suparta.
Dalam perkara ini, terdakwa Tamron alias Aon didakwa terlibat kasus korupsi pengelolaan timah. Penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah itu diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun.
Sidang dakwaan Tamron digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (27/8). Selain Tamron, pada persidangan itu jaksa juga membacakan surat dakwaan Achmad Albani selaku General Manager Operational CV Venus Inti Perkasa sekaligus General Manager Operational PT Menara Cipta Mulia, Hasan Tjhie selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa dan Kwan Yung alias Buyung selaku pengepul bijih timah (kolektor).
Jaksa mengatakan Tamron, Achmad Albani, Hasan dan Buyung juga mengatur pengurus perusahaan boneka untuk menerima pembayaran dari PT Timah dan bijih timahnya yang digunakan sebagai bahan baku pelogaman timah. Jaksa mengatakan Tamron, Achmad Albani, Hasan dan Buyung tahu bahwa bijih timah yang nantinya dimurnikan dalam kegiatan kerja sama sewa peralatan processing pelogaman berasal dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Mereka juga mengetahui terdapat kemahalan harga penerimaan kerja sama sewa peralatan processing tersebut.
Simak Video ‘Tampang Eks Dirjen Kementerian ESDM Tersangka Korupsi PT Timah’
[Gambas Video 20detik]