BPJS Kesehatan: Iuran Naik 10% Tak Cukup Hindarkan Risiko Defisit dan Gagal Bayar

BPJS Kesehatan: Iuran Naik 10% Tak Cukup Hindarkan Risiko Defisit dan Gagal Bayar

Bisnis.com, JAKARTA — Program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN menghadapi risiko beban jaminan kesehatan yang lebih tinggi dari penerimaannya. Muncul saran agar iuran naik, tetapi berdasarkan perhitungan terbaru, iuran BPJS naik hingga 10% pun tidak cukup dan masih berpotensi menyebabkan defisit dana jaminan sosial.

Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Rizzky Anugerah menjelaskan rasio beban jaminan kesehatan terhadap penerimaan iuran JKN sampai Oktober 2024 telah mencapai 109,62%, yang berarti beban yang dibayarkan lebih tinggi dari iuran yang didapat. BPJS Kesehatan mencatat penerimaan iuran sebesar Rp133,45 triliun, sedangkan beban jaminan kesehatan sebesar Rp146,28 triliun.

"Jika berkaca dari kondisi rasio klaim tahun 2024 yang sudah mencapai 109,62%, sepertinya kenaikan iuran sebesar 10% tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan biaya layanan kesehatan dan berpotensi akan terjadi defisit hingga gagal bayar," kata Rizzky kepada Bisnis, Jumat (6/12/2024).

Namun demikian, Rizzky menegaskan, perhitungannya tersebut sangat tergantung dari kebijakan pemerintah terkait manfaat dan tarif yang akan ditetapkan nantinya seperti apa.

"Jika tidak ada penyesuaian terhadap kebijakan, maka risiko biaya yang akan terjadi dalam enam tahun ke depan akan lebih tinggi 80% dari kondisi saat ini. Hal ini akan berbeda jika iuran ditetapkan hanya untuk jangka waktu dua tahunan," katanya.

Adapun Peraturan Presiden Nomor 59/2024 telah mengamanatkan pemerintah dapat melakukan penyesuaian manfaat, tarif pelayanan dan besaran iuran JKN. Saat ini, hal tersebut masih dalam proses pembahasan oleh lintas kementerian/lembaga bersama BPJS Kesehatan dan diharapkan penyesuaian ketiga hal tersebut dapat diberlakukan maksimal 1 Juli 2025. 

Rizzky menegaskan bahwa dalam penetapan besaran iuran, banyak hal yang harus dipertimbangkan, seperti ada tidaknya penyesuaian manfaat dan tarif layanan kesehatan, risiko biaya yang muncul, jangka waktu yang digunakan, kemampuan masyarakat, hingga kemampuan fiskal pemerintah.

"Besaran iuran yang ditetapkan tentunya akan berdampak pada kondisi keuangan Dana Jaminan Sosial [DJS] Kesehatan," kata Rizzky.

BPJS Kesehatan telah membuat skenario apablia rasio beban jaminan kesehatan terhadap penerimaan iuran terus melonjak. Skenario buruknya, aset dana jaminan sosial diproyeksi akan menjadi minus mulai Januari 2025. Skenario normalnya, hal itu akan terjadi mulai Juni 2025, dan skenario terbaiknya aset DJS akan minus pada Januari 2026.

Rizzky menjelaskan skenario ini disusun sesuai kaidah aktuaria dan standard pelaporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perbedaan antar skenario ini terletak pada seluruh aspek yaitu kepesertaan, iuran dan utilisasi manfaat.

"Dari ketiga aspek tersebut, yang paling dominan sebagai pembeda masing-masing skenario adalah pertumbuhan utilisasi manfaat. Hal ini sejalan dengan kebutuhan akses layanan kesehatan masyarakat yang terus mengalami peningkatan," jelas Rizzky.

Sumber