BPK Temukan 4 Pertambangan Nikel Tanpa Izin

BPK Temukan 4 Pertambangan Nikel Tanpa Izin

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi penambangan komoditas nikel tanpa izin pada 4 pemegang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) komoditas batuan peridotit dan tanah merah.

Hal ini sebagaimana tertulis dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2024. Adapun keempat pemegang WIUP itu terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

BPK menyebut penambangan ilegal itu berpotensi membuat negara kehilangan pendapatan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan royalti komoditas nikel.

"Akibatnya, terdapat potensi kehilangan pendapatan negara dari PPN dan royalti komoditas nikel yang ditambang tanpa izin pada areal IUP Batuan," tulis BPK seperti dikutip pada Senin (28/10/2024).

Kendati, BPK tak merinci berapa besar kerugian negara yang dimaksud. Lembaga itu juga tak menyebut nama perusahaan yang melakukan penambangan tanpa izin tersebut.

BPK pun lantas merekomendasikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia agar berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menertibkan penyalahgunaan perizinan.

"Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri ESDM agar menginstruksikan Dirjen Minerba untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah guna melakukan penertiban dan/atau pemberian sanksi administratif terhadap penyalahgunaan perizinan," tulis BPK.

Lebih lanjut, hasil pemeriksaan BPK juga menemukan masalah pada pengelolaan izin pertambangan.

Menurut BPK, proses penerbitan perizinan atas IUP mineral logam yang telah terdaftar pada Aplikasi Minerba One Data Indonesia (MODI) pada Kementerian ESDM belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

BPK menyebut ada dua masalah penerbitan IUP. Pertama, ketidaklengkapan persyaratan perizinan atas 61 IUP dari aspek administrasi, kewilayahan, teknis, finansial, dan lingkungan.

Kedua, ketidakjelasan dokumen yang dilampirkan pada proses pendaftaran 27 IUP, seperti dokumen IUP persetujuan pencadangan wilayah, eksplorasi, maupun operasi produksi tidak terdapat dalam database pemda atau berbeda peruntukan dari yang tercantum pada SK Bupati.

"Akibatnya, IUP yang diterbitkan berpotensi menimbulkan permasalahan sengketa perizinan, tumpang tindih kewilayahan, pengelolaan tambang yang tidak sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik dan merusak lingkungan, serta bermasalah dalam pemenuhan kewajiban finansial kepada negara," tulis BPK. 

Selain itu, kata BPK, validitas dokumen legalitas 27 IUP yang terdaftar di aplikasi MODI kurang memadai.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Bahlil agar menginstruksikan Dirjen Minerba untuk melengkapi dokumen pengajuan dan pendaftaran atas 61 IUP mineral logam yang kurang lengkap.

Selain itu, BPK juga merekomendasikan Bahlil melakukan rekonsiliasi data terhadap 27 IUP dengan pemerintah daerah dan instansi terkait.

"Serta melakukan tindakan penertiban dan/atau sanksi administratif terhadap perizinan usaha pertambangan sesuai kewenangan yang dimiliki," sambung BPK.

Sumber