BPKH Siapkan 3 Skenario Biaya Haji 2025: Jemaah Bayar Bipih Minimal 60%

BPKH Siapkan 3 Skenario Biaya Haji 2025: Jemaah Bayar Bipih Minimal 60%

Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) menyiapkan skenario penetapan formulasi anggaran komponen Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan komponen Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 2025. Anggota Badan Pelaksana BPKH, Amri Yusuf, menyebut Bipih yang dibebankan kepada jemaah paling minimal di angka 60 persen.

Hal ini disampaikan oleh Amri dalam rapat dengar pendapat (RDP) BPKH dengan Komisi VIII DPR RI, Jumat (3/1/2025). Amri mulanya menjelaskan jika pihaknya hanya mampu menentukan nilai manfaat untuk mendukung jemaah haji 2025 sebesar Rp 11,5 Triliun.

"Ini saya ingin menyampaikan permohonan maaf dulu ini, nanti teman-teman saya akan memberikan penjelasan. Angka yang kami propose untuk penyelengaraan ibadah haji tahun 2025, nilai manfaat yang paling realistis yang bisa kita gunakan sebagai basis untuk menentukan berapa support untuk jemaah haji tahun 2025 itu di Rp 11,5 Triliun," kata Amri dalam rapat.

Ia menyebut hal ini tak sesuai target yang diharapkan oleh Komisi VIII DPR RI, yakni senilai Rp 12,8 Triliun. Amri menjelaskan 3 pertimbangan pihaknya tak berani untuk mengambil nilai manfaat di angka tersebut.

"Jadi target Rp 12,8 Triliun itu asumsi pertamanya di tahun 2024 kebijakan penyesuaian setoran awal sudah harus dilakukan, tapi sampai sekarang ternyata belum Pak," kata Amri.

"Yang kedua, tahun 2024 kami sebenarnya berencana itu sudah mulai masuk investasi dalam bentuk direct investment waktu itu aplikasinya hampir Rp 15 Triliun ya? Tapi ternyata Pak untuk direct investment ini tidak mudah prosesnya, panjang risikonya juga tinggi. Yang baru berhasil 2024 berdirinya BPKH limited," tambahnya.

Ia mengatakan target untuk jemaah baru di 2025 juga sulit tercapai di angka 420 ribu jemaah. Pasalnya, kenaikan dari tahun sebelumnya ke 420 sukar di kondisi ekonomi saat ini.

"Yang ketiga, target terkait dengan jemaah baru di tahun 2025 itu jumlahnya sekitar 420 ribu. Nah ini juga dari hitungan historical kita lihat setelah recovery COVID tahun ini aja, hanya tumbuh 385 langsung loncat ke 420 itu agak menjadi tidak realistis," ujar Amri.

"Nah karena pertimbangan 3 hal itu, kami menyatakan tidak berani mengajukan Rp 12,8 T, kami khawatir nanti ketika realisasinya itu di luar skenario akan membahayakan keuangan haji. Rp 11,5 T angka yang paling realistis," sambungnya.

Amri lantas menyampaikan tiga skenario dalam penentuan nilai manfaat dan Bipih yang perlu dibayar jemaah. Ia mengatakan ada peluang 70% (Bipih) dan 30% nilai manfaat yang diberikan oleh pemerintah seperti usulan Kemenag.

"Skenario kami Pak ada 3, skenario pertama ngikutin skenarionya Kemenag 70 30, skenario yang kedua 65 35 ngikutin rencana besar kita dari 2023, 2024 turun 5 persen itu kami siapkan," kata Amri.

Adapun skenario terakhir yakni, 60 persen (Bipih) yang ditanggung jemaah sementara sisanya nilai manfaat dari pemerintah. Menurutnya angka 60% standar paling minimal sebagai basis penentuan biaya.

"Skenario yang ketiga Pak. Paling, paling konservatif yang paling aman untuk kepentingan semuanya di angka 60 40 sama seperti yang sekarang 60 40. Kalau turun lagi Bu, nanti kembali ke 2023 ya, ini yang saya kira sudah kita sepakati," ungkap Amri.

"60 40 adalah starting yang paling minimal yang mungkin bisa kita jadikan basis untuk menghitung berapa sebenarnya yang paling relevan buat jemaah haji Indonesia," imbuhnya.

Sumber