Buntut Pemerasan Penonton DWP, 3 Anggota Polri Diberhentikan dengan Tidak Hormat

Buntut Pemerasan Penonton DWP, 3 Anggota Polri Diberhentikan dengan Tidak Hormat

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pemerasan di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) berakhir dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap tiga anggota kepolisian.

Adapun tiga anggota kepolisian yang diberhentikan, yakni DPS alias mantan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak; YTS, yakni AKP Yudhy Triananta Syaeful, mantan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya; dan MEY alias mantan Kasubdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Malvino Edward Yusticia.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, sidang kode etik profesi Polri (KEPP) terhadap tiga anggota Polisi yang digelar sejak tanggal 31 Desember 2024 lalu terus berjalan.

“Sidang kode etik profesi Polri terhadap terduga pelanggar saat ini juga masih berlangsung. Yang perlu kami sampaikan yang pertama adalah hasil daripada ketiga terduga pelanggar,” kata Truno di TNCC Mabes Polri, Kamis (2/1/2025).

Sidang etik terhadap DPS dimulai pada Selasa (31/12/2024) sekitar pukul 11.00 WIB sampai dengan Rabu (1/1/2025) pukul 03.45 WIB di ruang sidang Div Propam Polri.

Sidang etik ini menghadirkan 15 orang saksi. Dari sidang tersebut, ditemukan adanya suatu wujud perbuatan terhadap terduga pelanggar.

“Telah melakukan pembiaran dan atau tidak melarang anggotanya saat mengamankan penonton konser DWP 2024 yang terdiri dari warga negara asing maupun warga negara Indonesia yang diduga melakukan penyalahgunaan narkoba,” kata Truno.

“Namun pada saat pemeriksaan terhadap orang yang diamankan tersebut, telah melakukan permintaan uang sebagai imbalan dalam pembebasan atau pelepasan,” ucap dia.

Menurut dia, pasal yang dilanggar yakni Pasal 13 Ayat 1 PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri jo Pasal 5 Ayat 1 huruf B, Pasal 5 Ayat 1 huruf C, Pasal 5 Ayat 1 huruf K, Pasal 6 Ayat 1 huruf D, Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

“Maka terhadap terduga pelanggar, hasil sidang komisi dengan putusan sidang KKEP pertama, sanksi etika, yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela,” katanya. 

“Juga dikenakan sanksi administratif, penempatan dalam tempat khusus selama 5 hari terhitung mulai tanggal 27 Desember 2024 sampai dengan 1 Januari 2025 di ruang patsus Biro Provos Div Propam Polri dan sudah dijalani pelanggar. Sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri,” ucap dia.

Adapun terhadap putusan KKEP tersebut, pelanggar menyatakan banding.

Sementara itu, sidang KKEP atas nama terduga pelanggar YTS dilaksanakan pada hari Selasa (31/12/2024) pukul 11.00 WIB sampai dengan Rabu (1/1/2025) pukul 03.30 WIB di ruang sidang Div Propam Polri.

Saksi yang hadir sebanyak 11 orang. YTS diduga mengamankan penonton konser DWP tahun 2024 yang terdiri dari warga negara asing maupun warga negara Indonesia.

WNA dan WNI tersebut diduga melakukan penyalahgunaan narkoba, tetapi pada saat pemeriksaan terhadap orang yang diamankan tersebut, telah melakukan permintaan uang sebagai imbalan dalam pembebasan atau pelepasan.

Ia pun dinyatakan melanggar Pasal 13 Ayat 1 PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, jo Pasal 5 Ayat 1 huruf B, Pasal 5 Ayat 1 huruf C, Pasal 10 Ayat 1 huruf A (1) jo Pasal 10 Ayat 2 huruf I, Pasal 10 Ayat 1 huruf F, Pasal 11 Ayat 1 huruf B, Pasal 12 huruf B, Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

“Maka diputuskan pada sidang komisi putusan KKEP perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Kemudian, sanksi administratif berupa penempatan dalam patsus selama 5 hari mulai tanggal 27 Desember 2024 sampai dengan 1 Januari 2025 di ruang patsus Biro Provos Div Propam Polri dan sudah dijalani pelanggar,” ucap dia.

“Pelanggar juga diberikan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri. Atas putusan tersebut, pelanggar menyatakan banding,” kata dia.

Sidang etik terduga pelanggar ketiga atas nama MEY dilaksanakan pada hari Selasa (31/12/2024) pukul 11.00 WIB sampai dengan 12.00 WIB di ruang sidang Div Propam Polri dan dilanjutkan pada Kamis (2/1/2025) dari pukul 09.00 WIB sampai dengan 16.30 WIB.

Saksi yang hadir dalam sidang komisi sebanyak 9 orang.

Terduga pelanggar pada saat menjabat sebagai Kasubdit Res Narkoba Polda Metro Jaya telah mengamankan penonton konser DWP 2024 yang terdiri dari warga negara asing maupun warga negara Indonesia yang diduga melakukan penyalahgunaan narkoba.

Namun, mereka dimintai sejumlah uang agar bebas. 

Adapun pasal yang dilanggar adalah Pasal 13 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri jo Pasal 5 Ayat 1 huruf B, Pasal 5 Ayat 1 huruf C, Pasal 6 Ayat 1 huruf D, Pasal 11 Ayat 1 huruf B, Pasal 12 huruf B Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

“Adapun hasil daripada putusan sidang KKEP pertama adalah sanksi etika, yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, dipatsus selama 6 hari terhitung mulai tanggal 27 Desember 2024 sampai dengan 2 Januari 2025 serta PTDH,” katanya. 

“Atas putusan tersebut, pelanggar menyatakan banding,” ujar dia.

Truno menegaskan bahwa sidang etik ini masih simultan, berkesinambungan, dan progresif.

Div Propam Polri juga melakukan sidang komisi kode etik terhadap 2 terduga pelanggar lainnya.

“Tentu nanti secara progresif juga kami akan sampaikan terhadap terduga pelanggar dengan inisial S dan DF,” kata dia.

Sumber