Buruh Desak Pemerintah Patuhi Putusan MK, Ancam Mogok Nasional 19 November
Serikat buruh KSPSI dan KSPI meminta pemerintah mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Buruh akan mogok nasional selama 1 bulan jika tuntutan itu tidak dipenuhi.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta supaya pemerintah tidak menggunakan formula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dalam perhitungan kenaikan upah minimum 2025. Buruh mengancam akan mogok nasional jika hal itu tidak dipenuhi pemerintah.
"Kalau terjadi pelanggaran konstitusi, karena tidak ada jalan lain, apa coba? Kalau tidak ada jalan lain, maka mogok nasional. Mogok nasional itu karena penetapan upah tanggal 21 November, maka kita merancang tanggal 19 November," kata Said dalam sebuah jumpa pers di Tamarin Hotel, Jakarta Pusat, pada Senin (4/11/2024).
"Di antara 19 November sampai 24 Desember. Karena 25 Desember sampai 1 Januari kan libur, libur panjang. Jadi di antara 19 November sampai dengan 20 Desember 2024, mogok nasional," tuturnya.
Said mengatakan sebanyak kurang lebih 5 juta buruh dari 15 ribu pabrik se-Indonesia akan mengikuti mogok nasional. Said menyebutkan nantinya para buruh akan melakukan unjuk rasa di beberapa tempat, di antaranya di depan pabrik dan gedung pemerintahan.
"Karena itu mogok nasional atau unjuk rasa, secara nasional serempak, maka pesertanya siapa? Ya buruh. Siapa buruh itu? Ya anggota serikat maupun anggota tidak serikat. Jadi kalau anggota serikat, kita minta seluruh anggotanya ikut keluar pabrik, di depan pabrik, dan juga di tempat-tempat pemerintahan, unjuk rasa. Karena satu pabrik keluar, ya stop produksi," ujar Said.
"Boleh nggak di luar anggota serikat buruh, nanti ikut secara suka rela, unjuk rasa, yang kita sebut mogok nasional? Boleh. Nah, kami mengkirakan 5 juta buruh akan ikut di seluruh Indonesia, di 15 ribu pabrik," imbuhnya.
Said menyebutkan mogok nasional yang akan dilakukan oleh para buruh mempunyai dasar hukum yang jelas. Hal itu, menurut dia, diatur dalam UU No 9 Tahun 1998 dan UU No 21 Tahun 2000.
"Apa itu mogok nasional? Mogok nasional adalah unjuk rasa, bukan mogok kerja, untuk rasa. Unjuk rasa pakai dasar hukum, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum. Dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, pasal yang berdiri salah satu fungsi serikat buruh mengorganisir pemogokan. Jadi, resmi. Jadi, mogok nasional ini hanya nama, dan resmi. Undang-undangnya jelas," jelas Said.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengingatkan kepada pemerintah supaya tidak bermain-main dengan konstitusi. Dia menyinggung perjuangan para buruh dalam memenangkan 21 pasal UU Cipta Kerja yang kini telah dikabulkan MK.
"Di sini, saya Andi Gani Nena Wea, mengingatkan kepada pemerintah, khususnya kepada Menaker (Menteri Ketenagakerjaan) dan jajarannya, jangan coba-coba bermain-main mengenai konstitusi," ucapnya.
"Kami para buruh sangat jelas taat konstitusi. Kami mengajukan gugatan panjang sekali, 4 tahun kita berjuang di jalanan. Berjuang di Mahkamah Konstitusi, dan ternyata kita menangkan 21 pasal tersebut," ujar Andi.
Lihat Video MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Ciptaker
[Gambas Video 20detik]
Andi mengatakan keputusan MK itu final. Menurutnya, tidak ada alasan apa pun untuk tak menuruti keputusan MK.
"Karena, tentunya teman-teman pers ketahui, keputusan MK itu berlaku seketika diucapkan. Tidak ada priorisasi masa tunggu, tidak ada alasan apa pun. Harus dilaksanakan, mengikat dan tidak bisa dibanding lagi. Itu mengangkut soal tenaga kerja asing, PKWT, dan pasti banyak hal," pungkas Andi.
Sebagai informasi, MK mengeluarkan putusan baru soal Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Salah satunya membatasi jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah pemohon lain soal UU Ciptaker. Sidang putusan perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 itu digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10).
Dalam permohonannya, Partai Buruh dkk menggugat puluhan pasal dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Ciptaker sebagai UU. Salah satu yang digugat terkait PKWT. Dalam petitumnya, Partai Buruh meminta pasal PKWT dalam UU Ciptaker dihapus.
MK pun mengabulkan sebanyak 21 gugatan Partai Buruh. Dalam putusannya, MK mengatur PKWT hanya dapat dilakukan paling lama 5 tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan.
Lihat Video MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Ciptaker
[Gambas Video 20detik]