Buruh Sritex Rencanakan Demo ke Istana Negara MA, Ini Tuntutannya
Bisnis.com, JAKARTA – Buruh pabrik Sritex Group berencana melakukan aksi damai di depan Istana Presiden dan Kantor Mahkamah Agung (MA) di Jakarta. Hal ini menyusul penolakan kasasi atas putusan pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex serta tiga anak usahanya.
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group Slamet Kaswanto mengatakan, pihaknya masih melakukan konsolidasi terkait waktu aksi damai tersebut akan dilakukan. Yang pasti, pihaknya akan berupaya agar pemerintah maupun penegak hukum dapat memberikan kejelasan atas nasib para buruh.
“Nasib baik rupanya belum berpihak kepada kami. Di saat upaya going concern yang belum jelas ujungnya, tiba-tiba pada 18 Desember 2024, kami sekali lagi dikejutkan dan dengan berita ditolaknya kasasi oleh MA,” kata Slamet melalui siaran pers, Senin (23/12/2024).
Status kepailitan Sritex telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah setelah upaya kasasi ditolak di MA. Nasib ribuan buruh Sritex kini pun terkatung-katung.
Menindaklanjuti putusan MA, pemerintah memastikan akan terus berupaya untuk mendorong opsi going concern atau keberlanjutan usaha Sritex demi menyelamatkan pekerja di tengah upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas status pailit.
“Kami sekali lagi dihadapkan pada kenyataan pahit. Kami syok, sedih dan kecewa atas putusan yudikatif yang mematahkan seluruh semangat, harapan dan masa depan kami. Kami sangat kecewa,” ujarnya.
Untuk itu, Slamet bersama ribuan pekerja Sritex akan mencoba kembali menggugah hati para pemimpin dan penegak hukum, termasuk Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan langkah konkret penyelamatan Sritex.
“Kami berencana melakukan aksi damai ke kantor Presiden Republik Indonesia dan Mahkamah Agung Republik Indonesia di Jakarta. Kami berkonsolidasi dan menampung aspirasi seluruh pekerja Sritex Group yang menginginkan Pemerintah hadir secara nyata dalam penyelesaian polemik permasalahan kepailitan Sritex Group,” terangnya.
Adapun, tuntutan dari pekerja Sritex yaitu untuk dapat melanjutkan pekerjaan di pabrik dengan tenang dan kelangsungan usaha dapat tetap terjaga.
Pasalnya, menurut dia, kesejahteraan pekerja hanya dapat diperoleh kalau pekerja memiliki pekerjaan, menerima upah, bukan berapa besar pesangon jika pailit ini dilakukan dan pemberesan aset dilakukan oleh Kurator.
Terlebih, apabila tidak ada kepastian terkait dengan kelangsungan usaha, maka 15.000 pekerja Sritex group akan terdampak langsung dari kepailitan ini, serta 50.000 orang lainnya yang terdampak tidak langsung.
“Jumlah tersebut belum termasuk UMKM, komunitas terkait, lembaga pendidikan dan masyarakat sekitar yang pasti akan merasakan dampak jika pabrik Sritex benar-benar ditutup dan di lelang semua asetnya oleh kurator,” jelasnya.
Slamet menegaskan bahwa para buruh membutuhkan uluran tangan pemerintah untuk membebaskan Sritex Group dari jeratan pailit. Terlebih, Sritex menjadi satu-satunya perusahaan di Asia Tenggara yang memiliki lisensi untuk memproduksi seragam NATO melalui komitmen, keahlian dan penguasaan teknologi tinggi, Sritex telah membawa nama Indonesia diperhitungkan di peta industri tekstil Internasional.
“Jangan sampai pemerintah mematikan usaha dalam negeri dan memberikan karpet merah kepada PMA dengan dalih investasi yang kemakmurannya belum tentu dinikmati oleh pekerja dalam negeri,” tuturnya.