Cagub Sulteng Minta MK Kosongkan Suara Pesaingnya di Pilkada 2024

Cagub Sulteng Minta MK Kosongkan Suara Pesaingnya di Pilkada 2024

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah nomor urut 1, Ahmad Ali dan Abdul Karim Al Jufri, meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) mengosongkan seluruh perolehan suara paslon nomor urut 2, Anwar-Reny Lamadjido, dan nomor urut 3, Rusdy Mastura-Sulaiman Agusto, dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sulteng 2024.

Permohonan itu tertuang dalam petitum nomor 6 yang dibacakan kuasa hukum Ahmad Ali, Andi Syafrani, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Senin (13/1/2025).

"Menetapkan pemohon sebagai pemenang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2024 dengan menetapkan perolehan hasil suara pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah tahun 2024 menurut pemohon sebagai berikut dianggap dibacakan," kata Andi.

Dalam berkas permohonan yang diunggah di situs MK, Ahmad Ali-Abdul Karim Al Jufri meminta perolehan suara mereka yakni 621.693 suara.

Sedangkan paslon nomor urut 2 dan nomor urut 3 diminta untuk diisi angka "0".

Adapun dalil hukum eks Wakil Ketua Umum DPP Partai Nasdem itu adalah adanya penggantian pejabat oleh petahana paslon nomor urut 3.

Mereka disebut melakukan pergantian 127 pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.

Pejabat-pejabat tersebut kemudian dilantik keesokan harinya.

"Tindakan ini dilakukan tanpa izin. Karena mengetahui bahwa tidak ada izin dan hal tersebut dilarang, petahana Gubernur akhirnya membatalkan surat keputusan (SK) tersebut dan baru mengajukan izin kepada Menteri Dalam Negeri. Izin tersebut baru keluar pada 26 April 2024, dengan selisih waktu hampir satu bulan. Kami juga telah melaporkan hal ini ke Bawaslu, namun laporan tersebut tidak ditindaklanjuti," jelas Andi.

Selain masalah waktu, Andi juga menyoroti substansi pelanggaran yang dilakukan.

Menurutnya, Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada hanya mengatur larangan mutasi pejabat, namun dalam kasus ini, petahana Gubernur tidak hanya melakukan mutasi, tetapi juga promosi dan pengukuhan jabatan.

Total pejabat yang terkena kebijakan tersebut berjumlah 389 orang, terdiri dari 125 pejabat administrator dan 64 pejabat pengawas.

Selain di tingkat provinsi, dugaan pelanggaran serupa juga terjadi di Kota Palu.

Petahana Wakil Wali Kota Palu, yang merupakan calon nomor urut 2, diduga melakukan upaya pembatalan pelantikan pejabat, yang kemudian diikuti dengan pelantikan ulang.

Sumber