Centra Initiative Nilai Penanganan Kasus Agus NTB Sesuai PP soal Disabilitas

Centra Initiative Nilai Penanganan Kasus Agus NTB Sesuai PP soal Disabilitas

Centra Initiative menilai penanganan kasus dugaan pelecehan yang dilakukan oleh pria difabel inisial IWAS alias Agus di Nusa Tenggara Barat (NTB) sesuai dengan peraturan pemerintah tentang akomodasi yang layak untuk Penyandang disabilitas dalam proses peradilan. Centra Initiative juga menyebut korban berani melapor karena respons yang baik dari kepolisian.

"Dengan adanya respons terhadap situasi yang terjadi, terutama pengaduan yang dilaporkan oleh salah seorang korban, kepolisian daerah NTB berhasil mendorong korban-korban Agus lain untuk melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya. Dengan adanya pengaduan ini, bisa dikatakan bahwa korban berada pada kondisi nyaman dan aman untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya," kata Direktur Eksekutif Centra Initiative Muhammad Hafiz dalam keterangannya, Rabu (18/12/2024).

Hafiz menilai, dari proses penyelidikan dan penyidikan, terlihat bahwa penegak hukum, terutama kepolisian, telah memiliki perspektif yang cukup memadai. Sebab, kata dia, polisi memastikan adanya keterlibatan dari Komisi Nasional Disabilitas NTB di dalam proses penanganan kasus.

"Kepolisian memastikan pula hak-hak Agus (sebagai penyandang disabilitas) yang diduga sebagai pelaku tetap dilindungi, seperti dengan penangguhan penahanannya, namun kepolisian tetap fokus pada skema pembuktian perkara dan menjaga independensi proses peradilan. Setidaknya, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan," tutur dia.

Selain itu, Hafiz menilai aparat memiliki pemahaman yang memadai. Dia menyebut publik juga mempercayai proses yang sedang berjalan ini.

"Adanya pemahaman yang memadai aparat penegak hukum ini tidak dapat dipisahkan dari beberapa hal, di antaranya adalah adanya dukungan dan kepercayaan publik kepada kepolisian untuk tetap berlaku adil dan akuntabel dalam penegakan hukum, terutama kekerasan seksual," sebut dia.

Selain itu, kata dia, upaya kepolisian membangun skema koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain, organisasi penyandang disabilitas, termasuk penyedia layanan juga meningkatkan efektifitas penanganan kasus yang lebih inklusif dan partisipatif.

"Dari sisi internal, sejumlah diklat dan penguatan di internal kepolisian setidaknya telah cukup terbukti dalam penanganan kasus Agus di NTB ini," jelasnya.

Lebih lanjut, Hafiz mengatakan ada beberapa tindak lanjut yang masih perlu terus didorong agar penegakan hukum bagi penyandang disabilitas semakin inklusif. Di antaranya, penguatan kebijakan kepolisian yang menjadi rujukan dalam proses penegakan hukum, terutama di tahap penyidikan dan penyelidikan.

"Kebijakan ini setidaknya menjadi pedoman bagi kepolisian ketika menangani situasi-situasi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban maupun pelaku tindak pidana," tutur dia.

"Meningkatkan kapasitas dan jumlah personel yang memiliki pemahaman dan keterampilan, termasuk kemampuan bahasa isyarat, sebagai prasyarat pencapaian sistem penegakan hukum yang inklusif," imbuhnya.

Hafiz juga mendorong peningkatan sarana dan prasarana yang layak untuk penyandang disabilitas. Dia juga mendorong terus dilakukan kolaborasi dengan organisasi penyandang disabilitas.

"Meningkatkan sarana dan prasarana aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas, di antaranya dengan melakukan audit infrastruktur akses di seluruh unit kerja kepolisian, menyusun roadmap pelaksanaan dan targetnya, serta secara kolaboratif dan partisipatif dengan organisasi penyandang disabilitas untuk mewujudkannya," pungkasnya.

Simak juga Video ‘Penyebab Korban Tak Berkutik Hadapi Pelaku Pelecehan Seksual’

[Gambas Video 20detik]

Sumber