Cerita Ibu di Gaza Berjuang Beri Makan 7 Anaknya, Katakan Kematian adalah Akhir Penderitaan
GAZA, KOMPAS.com - Seorang ibu Palestina, Itimad al-Qanou harus berjuang untuk memberi makan tujuh anaknya. Ia mengatakan bahwa kematian adalah akhir dari penderitaan mereka.
Ia mengatakan demikian karena hanya itu cara terbaik untuk mengakhiri penderitaan keluarganya tersebut.
Pasalnya, kini kondisi Kota Gaza sudah hancur akibat perang antara Israel dengan kelompok Hamas.
Gaza kini menjadi gurun dan penuh dengan bangunan hancur, bahkan kelaparan sudah dilanda para warga Palestina.
"Biarkan mereka menjatuhkan bom nuklir dan mengakhirinya. Kami tidak menginginkan kehidupan yang kami jalani ini, kami sekarat perlahan-lahan. Kasihanilah kami. Lihatlah anak-anak ini," kata ibu dari tiga anak laki-laki dan empat anak perempuan berusia antara delapan hingga 18 tahun itu.
Sebagaimana diberitakan Reuters pada Selasa (12/11/2024), anak-anak di kota mereka Deir al-Balah berkerumun di sebuah tempat amal dengan panci-panci kosong, untuk mendapatkan makanan.
Pekerja bantuan membagikan sup miju dari sebuah panci. Namun, itu tidak pernah cukup untuk mencegah kelaparan dan meredakan kepanikan yang meluas.
Qanou mengatakan keluarganya menghadapi serangan udara Israel yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan meratakan sebagian besar Gaza di satu sisi, dan kelaparan di sisi lain.
"Tidak ada yang memperhatikan kami, tidak ada yang peduli dengan kami. Saya meminta negara-negara Arab untuk berdiri bersama, setidaknya membuka perbatasan sehingga makanan dan pasokan dapat menjangkau anak-anak kami," katanya.
"Mereka semua pembohong, mereka berbohong kepada rakyat. Amerika Serikat berdiri bersama Israel melawan kami, mereka semua bersatu melawan kami," keluh dia.
Truk-truk yang membawa bantuan kemanusiaan diizinkan melewati persimpangan Erez ke Gaza utara pada Senin.
Amerika Serikat akan memutuskan minggu ini apakah Israel telah membuat kemajuan dalam memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza, dan bagaimana Washington akan menanggapinya.
Pakar keamanan pangan global mengatakan ada kemungkinan besar bahwa kelaparan akan segera terjadi di beberapa bagian Gaza utara saat Israel melakukan serangan militer terhadap Hamas.
Menanggapi peringatan kelaparan tersebut, kepala badan bantuan Palestina PBB UNRWA, Philippe Lazzarini, menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata.
COGAT, badan militer Israel yang menangani urusan sipil Palestina, pada Minggu menerbitkan daftar upaya kemanusiaan Israel selama enam bulan terakhir.
Daftar tersebut merinci rencana untuk mendukung penduduk Gaza saat musim dingin mendekat.
Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon bulan lalu mengatakan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa lebih dari satu juta ton bantuan telah dikirimkan selama tahun lalu.
Ia menuduh Hamas membajak bantuan tersebut, namun Hamas membantah tuduhan itu.
Selain kelaparan, warga Gaza mengatakan mereka tidak memiliki tempat yang aman untuk dituju setelah evakuasi berulang kali membuat mereka tinggal di tenda-tenda perkemahan.
Bahkan mereka juga harus berpindah tempat lagi untuk menghindari lebih banyak serangan Israel.
Sebagian mengatakan keadaan mereka bahkan lebih buruk daripada "Nakba" atau Malapetaka tahun 1948 ketika ratusan ribu warga Palestina dirampas rumah mereka dalam perang saat lahirnya negara Israel.
"Kondisi lebih baik daripada yang kami hadapi sekarang. Sekarang, kami tidak memiliki keamanan, dan tidak ada tempat," ungkap warga Gaza yang mengungsi, Mohamed Abou Qaraa.