Cerita Korban Calo PMI Ilegal, Tak Kunjung Terbang ke Abu Dhabi, Malah Digerebek Polisi...
JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu pekerja migran Indonesia (PMI) asal Karawang, Tati bercerita, dirinya jadi korban calo dan tak kunjung diberangkatkan ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).
Tati dan tujuh PMI ilegal lainnya justru digerebek polisi saat berkumpul di sebuah apartemen di Bogor.
Tati sebelumnya bekerja secara resmi di Yordania selama empat tahun.
Ia menjelaskan, sebelum berangkat, ia harus memenuhi persyaratan lengkap, termasuk izin suami, pemeriksaan kesehatan, dan pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK).
"Kalau dulu itu persyaratan lengkap izin suami. Kalau sudah beres, pergi ke medical, kasih surat KK, fotokopi, masuk dulu ke PT BLK, belajar bahasa selama 1 bulan, belajar bersih-bersih khusus untuk ART," ujarnya di Shelter PMI, Tangerang, Kamis (26/12/2024).
Setelah menyelesaikan pekerjaannya di Yordania, Tati ingin kembali bekerja di luar negeri.
Ia kemudian ditawari oleh seorang sponsor yang meminta sejumlah berkas identitas diri.
Pada 24 Desember, Tati dan tujuh PMI ilegal lainnya dibawa ke sebuah apartemen di Bogor.
Saat itu, Tati tidak menyadari bahwa keberangkatannya adalah ilegal.
Ia merasa aneh karena tidak dibawa ke BLK.
"Saya enggak tahu, saya ikut saja, berangkat jam 8 sampai jam 11, tapi anehnya masuk ke hotel, bukan ke PT. Saya tanya, ‘kok dimasukin ke hotel?’. Kalau resmi, ke PT (BLK)," jelasnya.
Tati juga bertanya kepada calo mengenai jadwal keberangkatan mereka ke Abu Dhabi.
Calo tersebut hanya menyebut bahwa mereka akan terbang malam hari.
Namun, keesokan harinya, bukannya terbang, mereka justru digerebek polisi.
"Saya tanya, ‘kapan terbang?’. Dia bilang, ’nunggu terbang nanti malam’. Tapi enggak tahu juga jamnya," kata Tati.
"Lalu, pagi kita sarapan, terus saya tanya, ‘gimana penerbangan?’. Katanya nanti malam. Eh jam 2 datang polisi (menggerebek)," imbuhnya.
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding mengungkapkan bahwa delapan PMI ilegal ini dijanjikan uang Rp 9 juta untuk bekerja di luar negeri.
Rencananya, mereka akan dikirim sebagai asisten rumah tangga (ART).
"Dia diiming-imingi, dia misalnya untuk berangkat bekerja, lalu mau dikasih uang Rp 9 juta. Ternyata enggak dikasih-kasih, hanya Rp 2 juta," ujar Karding di Shelter PMI, Tangerang, Kamis (26/12/2024).
Karding memastikan bahwa delapan PMI ilegal ini adalah korban.
Mereka tidak mengetahui proses keberangkatan yang seharusnya.
Jika melalui prosedur resmi, maka para PMI ini seharusnya mendapatkan penjelasan perinci tentang keberangkatan mereka.
Namun, dalam kasus ini, mereka diiming-imingi bekerja dengan cara yang sama seperti saat berangkat secara resmi.