Cerita Mengusir Harimau di Aceh Timur, Mulai dari Upaya Pawang hingga Bakar Kemeyan...
ACEH TIMUR, KOMPAS.com – Konflik antara harimau dengan manusia semakin sering terjadi di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. Dalam sebulan terakhir, harimau sudah menerkam empat sapi milik warga sehingga menambah ketegangan antara hewan buas itu dengan penduduk setempat.
Kepala Desa Alue Ie Itam, Kecamatan Indra Makmur, Apriadi, menceritakan perjuangan warga untuk mengatasi ancaman harimau yang kerap muncul di sekitar kebun mereka.
Upaya memasang perangkap untuk menangkap harimau telah dilakukan, namun hewan tersebut seolah menghindari perangkap.
"Kami sudah pasang perangkap, bahkan dengan ritual membakar kemeyan, dan menyediakan seekor kambing sebagai umpan. Tapi harimau tak juga masuk perangkap," ungkap Apriadi saat dihubungi pada Sabtu (18/1/2025).
Perangkap yang dipasang di dekat kebun karet warga, sekitar 1,5 kilometer dari pemukiman, sempat berhasil menangkap seekor kambing yang dipasang sebagai umpan.
"Kita pancing pakai kambing di perangkap. Begitu harimau masuk, perangkap langsung tertutup," katanya.
Sayangnya, meski telah melakukan berbagai upaya, harimau tetap tidak terperangkap.
Keberadaan harimau yang terus menerus mengancam, menambah kekhawatiran warga yang harus bekerja di kebun mereka.
"Dampaknya, warga khawatir pergi ke kebun," terangnya.
Tahun 2024 lalu, desa tersebut mengalami empat kali serangan harimau yang menewaskan kambing dan sapi. "Kambing dan sapi menjadi incaran harimau," imbuh Apriadi.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan hutan Aceh Timur. Kepala Seksi Konservasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Aceh, Kamarudzaman, menjelaskan bahwa jalur harimau di Aceh Timur hampir tidak ada lagi.
“Kawasan hutan yang menjadi jalur harimau kini telah berubah menjadi lahan perkebunan, baik milik rakyat maupun perusahaan swasta. Alih fungsi hutan ini harus segera dihentikan oleh Pemerintah Aceh Timur, jika tidak, peristiwa yang sama akan terus terulang,” tegas Kamarudzaman.
Meski BKSDA dapat mengatasi insiden yang terjadi, Kamarudzaman menegaskan bahwa permasalahan ini memerlukan perhatian jangka panjang dari Pemerintah Kabupaten Aceh Timur.
“Jika kita temukan sapi yang tewas diterkam harimau, itu biasanya di dalam kawasan hutan, namun sudah ada aneka tumbuhan milik penduduk di dalamnya,” tambahnya.
Ke depan, solusi untuk masalah ini tidak hanya mengandalkan langkah-langkah darurat, seperti perangkap dan ritual, melainkan juga harus melibatkan pengelolaan hutan yang lebih bijaksana dan keberlanjutan kawasan konservasi agar konflik antara manusia dan harimau dapat diminimalisir.