Cerita Penjual Nasi di Petojo, Banyak yang Kasbon Makan, lalu Dicueki yang Ngutang
JAKARTA, KOMPAS.com - Sri Mulyati (51), pedagang warung nasi di Petojo Binatu, Gambir, Jakarta Pusat, mengaku mengambil untung tidak seberapa dari dagangannya.
Namun, masih saja sering diutangi pembeli. Katanya, sudah menjadi risiko pedagang seperti itu.
Namun, ia tidak mau ambil pusing menghadapi pembeli yang sering utang di warung nasinya.
“Banyak (yang ngutang). Kalau kadang ada yang mau makan, ‘Bu belum dapat duit nih’. (Sri menjawab) ‘sudah ambil,’” ujar Sri saat ditemui di dekat warung nasinya, Jumat (6/12/2024).
Sri tak bisa menolak warga yang ingin berutang saat makan di warungnya.
Pasalnya, mereka yang datang adalah tetangganya sendiri dan orang-orang kantoran di sekitar rumahnya.
Sehari-harinya, Sri berjualan di gang sempit.
Dia menaruh beberapa rak dan etalase di depan rumah kerabatnya yang berada di gang selebar satu meter ini.
Karena permukiman itu padat dan ukuran rumah warga sepetak-sepetak, beberapa warga memilih untuk membeli makanan di luar, termasum di warung nasi Sri atau tetangga Sri yang berjualan seblak.
“Itu justru mengalir rezekinya, benar. Saya sih mengalaminya gitu daripada kita pelit-pelit,” imbuh dia.
Meski sudah berbaik hati memperbolehkan utang, beberapa kali Sri justru disakiti.
Beberapa tetangga Sri seperti tidak ingat pernah utang makan hingga tagihan mereka mencapai ratusan ribu.
Sri mengaku lelah menagih utang ini meski dirinya sendiri tidak mengambil untung banyak dari dagangannya.
“Semua dagang kayak gitu. (Ada yang) utang Rp 200.000. Utang Rp 300.000. Ketemu, dimintain, (jawabnya) iya entar. Kan capek,” lanjut dia.
Beberapa orang yang mengutang ini justru cuek ketika ditagih meski setiap hari bertemu dan berpapasan dengan Sri.
Ibu dua anak ini juga enggan menyebutkan berapa keuntungan yang didapatkan sehari-hari.
Menurut dia, yang penting dia sekeluarga sehari-harinya cukup untuk makan dan hidup.
Padahal, Sri perlu merogoh kantong cukup dalam sebagai modal usaha.
Dia mengaku lebih suka membuat bumbu sendiri daripada membeli yang sudah jadi.
“Kadang Rp 700.000 habis. Kan (harga) bumbu pada naik, cabai, bawang putih, bawang bombay, itu kan saya belinya sekiloan (giling sendiri),” jelas dia.
Selain mengikhlaskan utang sebagian yang pelanggan yang sulit ditagih, Sri mengaku sering berbagi kepada mereka yang lebih membutuhkan.
“Di sini mah pada ngutang. Kalau enggak diutangin (tak ada uang makan) mereka bayarnya akhir bulan,” kata Sri.
Meski tidak banyak, Sri mengaku rutin memberikan nasi kepada beberapa orang yang dikenalnya. Misalnya, tetangga yang bekerja sebagai pengamen atau yang sudah lanjut usia.
“Jumat nih saya (ada kasih) buat yang ngamen, kalau tiba-tiba ada lewat, saya kasih,” imbuh dia.
Namun, terkadang orang-orang yang sering diberi makan oleh Sri tidak lewat di depan rumahnya.
Jadi, kesempatan bersedekah ini bukan hal yang selalu terjadi.
Terlebih, di sekitar rumah Sri sebenarnya cukup banyak orang yang mau berbagi melalui kegiatan Jumat Berkah, baik sesama warga atau perusahaan di sekitar kawasan Petojo Binatu.
Untuk itu, Sri enggan menolak kesempatan untuk berbagi, baik itu dengan memberikan kepada yang membutuhkan atau memperbolehkan tetangganya mengutang lebih dahulu.
“Ya, hitung-hitung menolonglah, Ya bismillah, yang bayar benar, benar. Yang bayar enggak benar, ya (tidak disoalkan)”, tutup Sri.