Cerita Siswa Korban Penembakan Aipda Robig, Tanpa Pendampingan Diminta Ikut Pra-rekonstruksi

Cerita Siswa Korban Penembakan Aipda Robig, Tanpa Pendampingan Diminta Ikut Pra-rekonstruksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Siswa SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah, yang juga korban penembakan polisi berinisial A (17) mendapat jahitan di dadanya. 

A adalah korban penembakan Aipda Robig Zaenudin. Ia bersama Gamma Rizkynata (17), korban meninggal, saat kejadian, Minggu (24/11/2024). 

Sehari setelah kejadian, A mengaku rumahnya didatangi polisi. Namun orangtuanya sedang bepergian.

Sementara A sedang nongkrong bersama temannya. Sehingga polisi hanya menemui adiknya di rumah yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP.

Lalu, polisi meminta adiknya untuk meneleponnya saat itu juga. Saat mengangkat telepon, dia diajak bertemu oleh polisi di sebuah minimarket di BSB City.

"Habis dijahit itu saya main di uptown mall, lagi foto-foto, ngobrol, main sama teman, terus ditelepon adik. Adik saya itu ternyata posisi HP-nya dipegang polisi, polisi datang ke rumah. Posisi pas tidak ada orangtua itu polisi ke rumah. Akhirnya saya diajak ketemuan di minimarket, ya sudah saya temuin," ungkap A saat ditemui dengan pendamping hukumnya di SMKN 4 Semarang, Senin (9/12/2024).

Tepat sebelum bertemu polisi, dia baru mendapat kabar dari temannya bahwa Gamma yang nongkrong bersamanya pada malam sebelumnya meninggal.

"Nah pas di minimarket, sebelum ketemu polisi saya ditelepon Fajar, adik kelas, temannya Gamma. Bilang kalau Gamma meninggal. Itu mau Magrib," kata A.

Kemudian pada Selasa (27/11/2024) A kembali diminta bertemu polisi untuk dimintai keterangan terkait insiden penembakan itu di Polrestabes Semarang.

Namun, sesampainya di Mapolrestabes, A dibawa polisi menaiki mobil untuk menuju lokasi pra-rekonstruksi di daerah Simongan, tanpa sepengetahuannya.

"Pertama awalnya saya mau dimintai keterangan. Terus ternyata rekonstruksi itu. Saya katanya mau dijadiin saksi. Tidak tahu (dibawa ke sana), angger (asal) ikut aja," lanjut dia.

Dia mengaku pergi ke kantor polisi sendiri saat hendak berangkat magang di hari tersebut. Tidak ada orang tua atau pendamping hukum yang menemaninya.

"Saya tidak didampingi, sendirian saja. Saya tidak dijemput. Jadi saya itu posisi mau magang, terus disuruh ke Polrestabes, saya datang. Katanya mau dimintai keterangan, sampai sana malah diajak prarekonstruksi," beber dia.

A mengaku tidak melihat adegan yang dilakukan polisi di lokasi pra rekonstruksi karena dia hanya dibawa keluar sebentar di sana.

"Waktu pra-rekon saya tidak tahu (adegannya), tidak paham karena saya dimasukkan ke mobil. Tidak lihat," ujar dia.

Tak hanya itu, ponsel milik A yang merupakan korban sekaligus saksi penembakan polisi diisita sejak hari itu hingga artikel ini ditayangkan.

Dia hanya menaati permintaan polisi karena merasa tidak bersalah dalam insiden tersebut.

"Disita itu selasa. Jadi waktu itu datang, diminta telepon orangtua untuk datang ke Polrestabes. Habis itu katanya HP dikumpulkan, saya kumpulkan saja. Saya kumpulkan saja, tidak panik atau kenapa, tapi ya memang tidak ada apa-apa," tandas dia. 

Kompas.com sudah berupaya mengonfirmasi terkait pernyataan A kepada Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar melalui telepon dan aplikasi bertukar pesan WhatsApp. Namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada respons dari Irwan.

Sumber