Cerita Warga yang Tinggalkan Jakarta, Kembali ke Magelang Jalani Slow Living

Cerita Warga yang Tinggalkan Jakarta, Kembali ke Magelang Jalani Slow Living

MAGELANG, KOMPAS.com - Kota Magelang, Jawa Tengah, dinilai sebagai salah satu kota yang ideal untuk melakukan gaya hidup tenang (slow living) atau menjalani masa pensiun.

Penilaian tersebut, bagi pemerintahan setempat, bak pisau bermata dua; dalam artian positif berarti kenyamanan tempat tinggal, sedangkan artian negatif menyiratkan laju perekonomian yang tidak menarik.

Mengutip hasil analisis Tim Jurnalisme Data Harian Kompas, ada 10 kawasan di Indonesia yang dinilai paling ideal untuk slow living atau melakoni masa pensiun.

Kawasan Kedu Raya yang meliputi Kabupaten Purworejo, Temanggung, Wonosobo, Magelang, dan Kota Magelang menduduki peringkat pertama kota ideal dengan skor 70,7.

Menguntit Kedu Raya terdapat Tasikmalaya Raya (67,2) dan Banyumas Raya (63,3).

Hasil ini berdasarkan penilaian terhadap 22 variabel yang mewakili biaya hidup, kesejahteraan, keamanan, transportasi, lingkungan, kesehatan, infrastruktur digital, dan tata kelola terhadap seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.

Kristianto Kwik (62) melabuhkan diri ke Kota Magelang berdasarkan alasan personal, yakni kembali ke tempat kelahiran.

Keputusan ini turut dipicu lesunya industri periklanan dan merek yang Kris geluti sejak 1989 di Jakarta. Menurut dia, adanya media sosial mempengaruhi kondisi tersebut.

Sehingga, pada 2019, Kris dan Winayu (38), istrinya, memutuskan pindah dari apartemen di bilangan Jakarta Timur ke rumah orangtuanya di Kecamatan Magelang Tengah.

“Di Jakarta, suasananya, orang Jawa bilang, kemrungsung (buru-buru). Saya nyaman di Magelang,” tuturnya kepada Kompas.com di rumahnya, Rabu (11/12/2024).

Udara sejuk menjadi daya tarik, meskipun tingkat kesejukannya antara lima tahun terakhir dan tahun 1982–periode Kris meninggalkan Kota Magelang–jelas berbeda.

Biaya hidup murah juga menjadi variabel pertimbangan. Menurut Kris, mobilitas di Kota Magelang mudah dan jarak antarlokasi di perkotaan pun dekat.

Kondisi tersebut tidak berlaku di Jakarta, sehingga akomodasi menjadi beban yang cukup menguras kantong.

KOMPAS.com/Egadia Birru Kristianto Kwik, pekerja periklanan dan merek, yang memutuskan pindah dari Jakarta ke Magelang, tempat kelahirannya. Foto diambil di rumahnya, Rabu (11/12/2024).

Kini, Kris masih mengerjakan periklanan dan merek ditambah melukis secara penuh waktu.

Pada medio Agustus 2023, lulusan Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini menggelar pameran tunggal pertama di tanah kelahiran.

“Di sini ada Museum OHD juga yang punya jejaring luas. Bayangan saya pasti komunitas seni di Magelang hidup,” ujarnya yang merujuk museum milik kolektor kenamaan Oei Hong Djien.

Namun, Kris menekankan, alangkah baiknya seseorang mendapat alasan kuat sebelum memutuskan pindah, sehingga bukan sekadar ikut-ikutan.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah Kota Magelang Handini Rahayu menyampaikan, penilaian wilayahnya ideal untuk slow living dan mengisi masa pensiun memunculkan kesan positif dan negatif.

Positif, berarti menunjukkan kota yang hanya seluas 18,54 kilometer ini nyaman untuk tinggal.

Negatif, artinya menyiratkan laju atau peluang ekonomi yang kurang menarik sehingga dapat membuat investor berpikir ulang untuk menanamkan uangnya di Kota Tidar.

Kendati demikian, Handini menyatakan, Pemerintah Kota Magelang terus berupaya memberikan pelayanan dalam berbagai bidang, misalnya, sarana hunian, perekonomian, dan pariwisata.

Dia mencontohkan, Kota Magelang sudah mengalami defisit luasan lahan permukiman lebih dari 150 hektare. Bahkan, lanjutnya, lebih dari 10.000 penduduk rumah tangga di Kota Magelang tidak punya rumah, belum lagi mereka yang pendatang.

“Strategi kami adalah mengembangkan perumahan vertikal. Misalnya rumah susun yang di sini sudah ada lima (kompleks),” bebernya kepada Kompas.com di kantornya, Rabu (11/12/2024).

Handini menyebutkan strategi antisipasi dampak pembangunan Jalan Tol Yogyakarta-Bawen yang menghubungkan Yogyakarta dan Semarang melalui Magelang juga sedang dirumuskan.

Nantinya, di pintu keluar tol di kawasan Canguk akan dikembangkan usaha perdagangan dan jasa yang terintegrasi dengan sarana transportasi.

“Kami juga dekat dengan KSPN Borobudur. Oleh karena itu, kami mengembangkan sektor pariwisata, MICE (meeting, incentive, convention, exhibition), serta ekonomi kreatif,” imbuhnya.

Sumber