Curhat Ketua RW Digugat Pengembang Perumahan di Cinere: Warga Sampai Sakit
Ketua RW perumahan CE di Cinere, Depok, Heru Kasidi, mengaku heran dengan tuntutan pengembang perumahan CGR yang terkesan memaksa agar dibukakan akses untuk perumahan CGR dan meminta bayaran Rp 40 miliar. Padahal Heru mengatakan warga perumahan CE sudah menolak keras permintaan pengembang itu.
"Iya, aduh, gimana ya, nggak masuk akal, kita kan kerja mengawasi warga, bukannya kita digaji, bukan. Itu kan gimana tuh masa warga di… itu yang putusan PN Depok kan (ditolak) karena kurang pihak, jadi memang tidak bisa menuntut para tergugat karena pihak yang dituntut warga. Si warga menolak membangun jembatan itu karena buat kami," ujar Heru saat dihubungi detikcom, Rabu (18/12/2024).
"Ini kan perumahan ini sudah lama, sejak awal itu yang ngurus warga sendiri. Nggak ada tuh diurus oleh pemda atau mana pun, oleh pengembang pun nggak," imbuhnya.
Heru menceritakan perumahan CE dibangun sejak 1970. Dia mengatakan sejak perumahan itu ada hingga saat ini, wargalah yang mengurus perumahan itu. Mulai jalan, keamanan, itu semua warga yang mengurus dan tidak ada yang membantu.
Menurut Heru, warga memiliki sejumlah alasan tidak memberikan akses kepada pengembang perumahan CGR. Salah satunya alasan keamanan.
"Dulu kompleks kita ini bisa dilewati dari mana-mana, pada waktu itu banyak kejahatan, jadi mobil dipecahin kacanya, diambil tas gitu, pencurian, bahkan pernah ada perampok motor dalam kompleks. Nah, kita berpikir, wah ini kalau misal dibuka lagi aksesnya, ini akan membuka lagi (kejadian lama)," ucap Heru.
Heru lantas bertanya-tanya mengapa perumahan CGR ngotot meminta akses ke perumahan CE. Padahal sebagian besar rumah yang akan dibangun pengembang itu berada di bagian wilayah Pangkalan Jati, bukan Cinere.
"Karena sebagian perumahan itu ada di Kelurahan Pangkalan Jati, bukan kelurahan kita. Nah, kan penduduknya kalau ada di Pangkalan Jati, apa iya mereka nggak punya hak juga lewat sana? Kalau mereka punya hak juga, kan berarti jalan dibuka. Kalau bangun jembatan perumahan ini akan terbuka kaya dulu, sementara yang perbaiki jalan dan sebagainya itu warga. Ini yang jadi keberatan kita," jelasnya.
Heru, yang diputus membayar Rp 40 miliar oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung karena masalah ini, pun berharap keadilan. Dia berharap kasus ini bisa selesai dan permohonan warga perumahan CE bisa dikabulkan.
Untuk diketahui, pengembang perumahan CGR menggugat Heru dan sembilan orang lainnya, sehingga total menjadi 10 orang yang digugat. Heru mengatakan saat kasus ini dibawa ke meja hijau, sejumlah warga yang digugat ada yang jatuh sakit dan gelisah.
"Ini (kasus) memang ribet, ini kan Ketua RT kan bisalah di mana-mana orang kan hampir nggak ada yang mau, ini sudah pada tua-tua, yang ketua-ketua RT ini. Nah, kalau mereka harus hadapi ini gimana? Sebelumnya, waktu pertama gugatan, kan mereka pada gelisah, pada sakit itu menghadapi ini," ungkapnya.
Ironisnya, menurut Heru, dulu sebagian pemilik rumah di perumahan CE juga membeli rumah mereka dari penggugat. Tapi malah pengembang itu kini menggugat mereka.
"Tapi nggak pernah dibikin apa-apa, jalan-jalan semua kita yang bikin, yang pelihara. Udah 40 tahun, terus mereka tiba-tiba mau menggunakan akses dengan cara-cara memaksa," tuturnya.
Selanjutnya
Lihat juga video Pengembang Pertanyakan soal Mengelolah Tanah Sitaan untuk Rumah MBR
[Gambas Video 20detik]
Kasus ini berawal ketika pengembang perumahan CGR menggugat 10 warga perumahan CE–salah satunya adalah ketua RW setempat–di Pengadilan Negeri (PN) Depok karena merasa dihalangi saat ingin membangun jembatan penghubung di atas Kali Grogol sebagai akses ke perumahan CGR. Yang jadi persoalan, warga perumahan CE tidak terima karena akses itu melintasi wilayah perumahan CE.
Singkatnya, PN Depok memutuskan gugatan perumahan CGR dinyatakan tidak dapat diterima. Putusan nomor 12/Pdt.G/2024/PN.Dpk itu diketok pada 15 Oktober 2024.
Namun pihak pengembang perumahan CGR tidak terima dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Majelis banding PT Bandung yang diketuai Made Sutrisna dibantu dua hakim anggota, yaitu Jesayas Tarigan dan Mula Pangaribuan, membatalkan putusan PN Depok tersebut.
"Mengadili. Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat tersebut. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 12/Pdt.G/2024/PN Depok tanggal 15 Oktober 2024," ucap majelis banding PT Bandung.
Selain itu, para tergugat dihukum memberikan akses ke perumahan CGR. Para tergugat juga dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 40.849.382.721,50 ke pihak pengembang perumahan CGR.
Pengembang perumahan CGR beralasan memiliki lahan di perumahan CE untuk kemudian dihubungkan dengan jembatan ke proyek barunya, yaitu perumahan CGR. Namun warga perumahan CE, terutama Blok A, memprotes dengan alasan keamanan.
"Penggugat adalah perusahaan atau developer yang telah memiliki lahan seluas kurang lebih 70 hektare di kawasan Kecamatan Cinere dan sekitarnya dan sebagian telah dibangun menjadi perumahan sejak 1979 dan saat ini Penggugat hendak membangun perumahan CGR di tanah milik Penggugat yang 20 persen terletak di wilayah Blok A perumahan CE, sedangkan 80 persen terletak di wilayah Kelurahan Pangkalan Jati dan untuk pembangunan di wilayah Pangkalan Jati haruslah dibangun jembatan, akan tetapi rencana pembangunan perumahan CGR mendapat halangan dari warga Blok A perumahan CE," demikian dikutip dari putusan.
Warga perumahan CE khawatir terkait ancaman keamanan apabila ada jembatan penghubung. Penolakan warga perumahan CE ini dilengkapi dalil bahwa tidak ada peraturan hukum yang dilanggar.
"Para Tergugat telah membantah dengan dalil bahwa tidak ada satu peraturan hukum pun dilanggar oleh para Tergugat karena penolakan pembangunan perumahan CGR justru dilakukan oleh sebagian besar warga RW 006 Blok A perumahan CE dengan alasan keamanan," ucapnya.
Di sisi lain pengembang perumahan CGR berdalih perumahannya menggunakan one gate system. Alasan pengembang perumahan CGR itulah yang kemudian diamini majelis banding dengan pertimbangan bahwa alasan keamanan berlebihan.
Sedangkan terkait ganti rugi Rp 40 miliar lebih disebut majelis banding dihitung dari kerugian yang didapat pengembang perumahan CGR karena persoalan ini. Pengembang perumahan CGR menyebut 75 persen dari 100 unit rumah yang akan dibangun sudah laku, tetapi karena permasalahan akses sehingga mengalami kerugian karena para pembeli melakukan pembatalan.