Curhat Petani Semarang, Rugi Ratusan Juta karena Kekurangan Air
SEMARANG, KOMPAS.com - Di sudut Kelurahan Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, tanah-tanah pertanian membentang luas, namun sebagian besar terlihat tandus dan tak tersentuh alat pertanian.
Hayat, seorang petani setempat, menatap lahan miliknya yang seluas 2,5 hektare dengan pandangan penuh keprihatinan.
Sudah tiga tahun dia dan petani lainnya menghadapi kenyataan pahit. Lahan pertanian mereka tidak lagi bisa ditanami akibat kekurangan air.
“Kalau gagal panen, itu masih mending, Mas. Setidaknya kami bisa menanam walau hasilnya nihil. Tapi ini? Kami bahkan tidak bisa menanam apa-apa,” keluh Hayat saat ditemui di lokasi, Selasa (31/12/2024).
Dengan nada penuh penyesalan, Hayat menjelaskan bahwa biasanya, dengan kondisi irigasi yang memadai, dia bisa panen dua kali setahun.
Bahkan, jika aliran air mencukupi, dia berharap bisa menambah musim tanam menjadi tiga kali setahun.
Namun kini, lahan itu hanya menjadi saksi bisu atas perjuangannya yang tak berbuah.
“Setiap musim, dua hektare bisa menghasilkan sekitar Rp 50 juta. Kalau dihitung, dalam setahun kami kehilangan sekitar Rp 100 juta. Itu baru saya sendiri. Bayangkan kerugian total petani lain di sini,” ujarnya sembari menghela napas panjang.
Masalah ini bermula dari normalisasi Sungai Beringin yang sebelumnya sering meluap dan menyebabkan banjir.
Normalisasi berhasil mengendalikan banjir, tetapi di sisi lain, saluran irigasi ke lahan pertanian menjadi kering.
“Airnya sudah mati total. Padahal kami bergantung pada irigasi ini," lanjut Hayat.
Kini, Hayat dan petani lainnya hanya bisa menunggu keputusan pemerintah untuk merealisasikan pembangunan irigasi baru.
“Kami hanya ingin kembali bekerja, menanam, dan memanen. Itu saja. Kalau airnya ada, kami bisa bertahan,” kata Hayat dengan nada penuh harap.
Di hari yang sama, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto mendatangi lahan pertanian warga di Kelurahan Mangkang Wetan, termasuk lahan milik Hayat.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mendatangi lokasi pertanian warga karena banyak lahan pertanian yang tak bisa ditanam.
"Di sini ada 40 hektare, di sana ada 40 hektare. Jadi bisa 80 hektare (lahan pertanian kekurangan air)," kata Bima saat ditemui di lokasi.
Menurut dia, kekurangan air tersebut disebabkan air yang berasal dari Sungai Beringin tak bisa mengalir ke lahan pertanian warga.
"Airnya berkurang bahkan mati," ucap dia.
Saluran irigasi ke lahan pertanian tersebut mati setelah Sungai Beringin dinormalisasi karena sering menyebabkan banjir.
"Kalau di masa lalu itu paradigmanya berbeda, ada kebutuhan untuk mengatasi banjir. Tapi berdampak pada saluran irigasi yang airnya berkurang bahkan mati," ungkap Bima.
Hal itu membuat para petani di Kelurahan Mangkang Wetan tersebut tak lagi bisa panen selama tiga tahun terakhir.
Bima akan mengupayakan pembuatan irigasi untuk mengairi lahan yang kini tandus itu.
"Saya minta tolong dicek, dipastikan usulan ini masuk di tahun depan (pembangunan irigasi)," tambah dia.
Dia berharap, lahan pertanian yang berada di Mangkang Wetan itu bisa tiga kali panen dalam satu tahun. Menurut Bima, lahan pertanian itu dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.
"Selain bisa mencukupi kebutuhan, kemudian bisa dibeli oleh bulog untuk dipasarkan," kata Bima.