Daftar Panjang Bank Pemberi Utang Sritex (SRIL), Ada Bank BUMN hingga Asing

Daftar Panjang Bank Pemberi Utang Sritex (SRIL), Ada Bank BUMN hingga Asing

Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex telah ditetapkan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Niaga Semarang. Tercatat beberapa bank menjadi pemberi utang jangka panjang Sritex.

Penetapan pailit ini keluar usai salah satu kreditor, yaitu PT Indo Bharat Rayon meminta pembatalan homologasi dan dikabulkan oleh majelis hakim.

Adapun, berdasarkan laporan keuangan Sritex per Juni 2024, terdapat sejumlah perbankan yang menjadi kreditur utang jangka panjang. Tepatnya, 28 bank yang terdiri dari bank BUMN, swasta, hingga asing.

Nilai total utang bank jangka panjang SRIL mencapai US$816,72 juta atau sekitar Rp12,82 triliun (asumsi kurs Rp15.700 per 1 dolar AS). Nilai ini menurun dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2023 yang sebesar US$863,43 juta

Dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam satu tahun, nilai utang bank tersebut menjadi US$809,99 juta per Juni 2024 atau sekitar Rp12,72 triliun. Nilai ini juga lebih rendah dari akhir lalu yang sebesar US$858,05 juta.

SRIL juga melaporkan utang obligasi US$375 juta (Rp6,14 triliun). Juga terdapat utang ke pemegang saham US$7,13 juta. Berikut detail utang bank jangka panjang Sritex

Dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam satu tahun

BCA pun memberikan pernyataan terkait dengan penetapan pailit Sritex oleh Pengadilan Niaga Negeri Semarang pada 21 Oktober 2024. Dari daftar di atas, BCA menjadi kreditur bank terbesar Sritex dengan nilai US$71.309.579.

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan perseroan menghormati proses dan putusan hukum dari Pengadilan Niaga tersebut.

"BCA juga menghargai langkah hukum kasasi yang sedang diajukan oleh debitur yang bersangkutan," ujarnya melalui keterangan resmi, dikutip pada Senin (28/10/2024).

Selain itu, Hera menyampaikan BCA terbuka untuk berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk dengan pihak kurator yang ditunjuk oleh pihak pengadilan dalam rangka mencapai solusi dan/atau penyelesaian terbaik bagi debitur dan seluruh kreditur yang ada.

Perbesar

Sebagai informasi, per akhir September 2024, rasio kredit berisiko (loan at risk/LaR) BBCA mencapai 6,1%. Angka ini membaik dibandingkan dengan posisi periode yang sama tahun lalu, sebesar 7,9%.

Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) juga berada pada tingkat terjaga sebesar 2,1%. "Sedangkan pencadangan LaR dan NPL ada pada tingkat yang memadai, masing-masing 73,5% dan 193,9%," jelas Hera.

Adapun, dalam keterbukaan kepada Bursa, Direktur Keuangan SRIL Welly Salam perseroan masih memiliki utang Rp101,3 miliar ke Indo Bharat Rayon.

"Saat ini perseroan bersama-sama dengan PT Sinar Panta Djaja, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Bitratex Industries (Grup Sritex) telah menunjuk kuasa hukum dari kantor hukum Aji Wijaya & Co, yang akan mendampingi serta mewakili Grup Sritex dalam melakukan upaya hukum kasasi terhadap putusan pembatalan homologasi," tulis Welly Salam, Direktur Keuangan SRIL kepada Bursa pada Jumat (25/10/2024).

SRIL juga masih mencatatkan rugi neto sebesar US$25,73 juta per akhir Juni 2024. Manajemen SRIL menjelaskan kondisi ini mengindikasikan adanya suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas usaha Sritex untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.

Manajemen pun menyampaikan untuk menghadapi kondisi ini, Sritex fokus pada upaya meningkatkan penjualan dan efisiensi biaya produksi, dan mengambil langkah seperti pengurangan karyawan secara berkala hingga 2025, pengembangan produk dengan nilai tambah tinggi, peningkatan kualitas dan produktivitas SDM, serta efisiensi biaya.

Sumber