Danantara Kelola 7 BUMN Jumbo, Erick Thohir: Garis Tangan Saya Restrukturisasi

Danantara Kelola 7 BUMN Jumbo, Erick Thohir: Garis Tangan Saya Restrukturisasi

Bisnis.com, JAKARTA – Kehadiran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebagai cikal bakal superholding perusahaan pelat merah menimbulkan sejumlah tanya.  

Salah satunya terkait fungsi Kementerian BUMN yang dinakhodai Erick Thohir, apabila Danantara secara sah diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis pada pekan lalu, Danantara secara bertahap disiapkan oleh pemerintah sebagai cikal bakal superholding yang mengonsolidasikan BUMN dengan aset jumbo.

Pada tahap awal, dana kelolaan atau asset under management (AUM) Danantara akan mencapai US$10,8 miliar yang berasal dari Indonesia Investment Authority (INA). Langkah selanjutnya, sebanyak tujuh BUMN bakal dikonsolidasikan ke dalam Danantara.

Tujuh BUMN itu adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), dan holding BUMN pertambangan Indonesia, MIND ID.

Jika konsolidasi berjalan mulus, Danantara diperkirakan mengelola AUM senilai US$600 miliar. Jumlah itu ditargetkan meningkat hingga  US$982 miliar dalam beberapa tahun ke depan, sehingga memosisikan Danantara sebagai sovereign wealth fund (SWF) terbesar ke-4 di dunia.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan Danantara merupakan salah satu visi Presiden Prabowo. Oleh karena itu, pihaknya mendukung rencana pemerintah untuk menghadirkan lembaga yang nantinya mengonsolidasikan perusahaan pelat merah berkinerja sehat. 

“Ketika banyak [BUMN] yang sehat ini mau dikonsolidasikan ya enggak apa-apa. Memang garis tangan saya restrukturisasi, sehingga yang sisa nanti kami restrukturisasi. Jadi, kompleksitas kajiannya sedang dibahas,” ujarnya di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, pekan lalu. 

Hingga saat ini, sebanyak 7 dari 47 BUMN masih mencatatkan kinerja keungan negatif. Adapun, 40 perusahaan pelat merah lainnya yang merepresentasikan 85% dari total BUMN, telah mencatatkan kinerja keuangan secara sehat. 

Tujuh BUMN itu adalah PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS), PT Bio Farma (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), Jiwasraya, Perumnas, dan PNRI.

Di sisi lain, Erick memandang kehadiran Danantara mencerminkan kinerja BUMN semakin baik setelah 5 tahun terakhir berkutat pada restrukturisasi. Apalagi, dividen untuk tahun buku 2025 juga berpotensi menembus rekor terbaru yakni Rp90 triliun. 

“Kalau kita lihat track record, yang tadinya [BUMN] untung Rp13 triliun sekarang Rp327 triliun dan ini adalah terbesar yang pernah ada, bahkan dividennya Rp90 triliun. Artinya, BUMN sehat,” kata Erick.

Dalam perkembangan lain, Presiden RI Prabowo Subianto diketahui batal meresmikan Danantara yang semula dijadwalkan pada 7 November 2024.

Selain karena adanya lawatan Presiden ke luar negeri selama dua pekan, penundaan ini mencerminkan kehati-hatian pemerintah dalam mengambil kebijakan strategis. Langkah tersebut juga bertujuan agar Danantara disiapkan sebaik mungkin.

Ketua BPI Danantara Muliaman D. Hadad menjelaskan bahwa Presiden Prabowo meminta agar regulasi disiapkan secara matang sebelum Danantara diresmikan. Payung hukum sementara yang akan mengakomodasi gerak instansi ini adalah revisi Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden. 

“Iya persiapannya diusahakan sebaik mungkin. Disiapkan agar semua rapi baru kemudian beliau [Presiden Prabowo] launching,” ucapnya kepada awak media di Istana Kepresidenan, Jakarta. 

Sementara itu, para analis memperkirakan kehadiran Danantara berpotensi menjadi katalis positif bagi saham pelat merah, seperti BBRI, BMRI, BBNI, dan TLKM yang kelak dikonsolidasikan. 

Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan bahwa langkah konsolidasi tersebut akan menjadi katalis positif bagi kinerja emiten pelat merah, karena dinilai mampu meningkatkan efisiensi operasional, akses pendanaan, hingga peningkatan tata kelola.

Menurutnya, penggabungan sumber daya dan pengurangan duplikasi fungsi dapat menurunkan biaya operasional. Selain itu, dengan struktur yang lebih kuat, BUMN akan memiliki askes lebih mudah ke pendanaan dengan biaya lebih rendah.

“Struktur superholding dapat memperkuat tata kelola perusahaan, meningkatkan transparansi, dan akuntabilitas,” ujar Felix kepada Bisnis.

 

Sumber