Dari Mana Asal Usul Halloween?
Banyak orang cenderung berpikir bahwa Halloween adalah acara perayaan komersial saja yang datang dari Amerika Serikat. Memang benar, komersialisasi hari perayaan seringnya muncul di AS.
Seperti perayaan Hari Valentine, misalnya, dipopulerkan terutama oleh pembuat kartu ucapan, Hallmark Card Company, dan menginspirasi orang-orang membeli bunga dan hadiah buat orang -orang terkasih pada 14 Februari. Juga figur Santa pada perayaan Natal dengan kostum merahnya, yang dipopulerkan oleh pabrik minuman bersoda Coca Cola.
Tetapi di balik komersialisme ini memang ada tradisi asal. Lalu bagaimana dengan Halloween, dari mana asal usulnya? Halloween berkaitan dengan perayaan lain, yaitu All Saints Day (Hari Orang Suci) pada 1 November. Ini adalah perayaan gereja yang mendominasi budaya Eropa pada abad pertengahan. Perayaan ini adalah untuk mendoakan dan mengenang orang-orang yang telah meninggal.
Halloween berasal dari "All Hallows Eve", yang artinya malam sebelum Hari Orang Suci. Ada kepercayaan, jika orang berbuat baik pada hari ini, perbuatan baik itu bisa membantu membersihkan dosa-dosa sehingga kita atau orang yang kita doakan bisa masuk ke surga, dan tidak mendarat di kengerian api neraka. Pembersihan ini sering juga disebut proses api penyucian, karena dibayangkan jiwa-jiwa dibersihkan lewat api.
"Ini adalah keyakinan yang ditemukan hampir dalam semua agama kita dapat mempengaruhi dunia akhirat dan sebaliknya, jadi kita berdoa, melakukan perbuatan baik dan memberikan sedekah, yang diyakini memiliki efek langsung pada jiwa-jiwa di api penyucian," kata Dagmar Hnel, pakar antropologi budaya di Bonn kepada DW. Orang yang sudah mati sering digambarkan sebagai arwah gentayangan yang sedang dipanggang api. Dari sanalah muncul tradisi kostum-kostum "horor" Halloween yang kita kenal saat ini.
Pada Abad Pertengahan, pada malam sebelum All Saints Day, jadi pada All Hallows Eve, orang-orang miskin atau yang merasa kekurangan pergi dari pintu ke pintu untuk meminta sedekah. Di beberapa daerah pedesaan di Jerman, kebiasaan itu masih dipraktikkan sampai sekarang – ada orang pergi dari desa ke desa, berdoa, bernyanyi, memberkati orang dan meminta sedekah.
"Ketika pengaruh masa pencerahan makin kuat terhadap agama pada abad ke -18 dan ke -19, Gereja di Eropa menjadi semakin skeptis terhadap kebiasaan-kebiasaan lama, dan bahkan melarang praktiknya," kata Dagmar Hnel lebih lanjut. Lalu dalam proses industrialisasi, banyak organisasi sosial muncul dan komunitas berubah, sehingga kebiasaan meminta sedekah makin hilang. Selain itu, di banyak negara mulai diperkenalkan undang-undang bahwa negara menjamin bantuan untuk orang miskin.
Sekalipun pernah dilarang oleh gereja, kebiasaan All Hallows Eve tidak mati. Imigran Irlandia membawa tradisi ini ke AS pada abad ke -19. "Oleh karena itu, Halloween awalnya terutama dirayakan di lingkungan di kota -kota besar di mana imigran Irlandia tinggal," kata Lars Winterberg, antropolog di Universitas Bonn.
Begitulah tradisi Halloween menyebar ke seluruh AS. Tradisi itu kemudian dirayakan oleh orang tua dan muda sebagai pesta kostum, dengan dekorasi yang sesuai, yaitu kostum tentang orang mati atau kematian.
Selama Perang Dunia II, tentara AS yang ditempatkan di Eropa membawa tradisi ini kembali ke benua asalnya. Ironisnya, Halloween sekarang dirayakan dengan cara Amerika, bahkan di juga di negara asalnya, Irlandia.
Jerman juga sudah lama dijangkiti demam Halloween. Dekorasi dengan labu sekarang ramai ditampilkan di jendela toko, dan banyak bar mengadakan pesta Halloween pada 31 Oktober. Penggemar utama Halloween adalah orang-orang muda dan anak -anak.
"Popularitas Halloween mulai mendapatkan momentum di Jerman pada tahun 1990-an," kata Jrg Fuchs, antropolog dari Universitas Wrzburg. Menurut dia, industri karnaval yang sudah mapan di Jerman berusaha mencari perayaan baru, untuk menjual lebih banyak kostum. Jadi sejak 1990-an, Halloween makin populer didukung dengan promosi besar-besaran dari industri karnaval.
Diadaptasi dari artikel DW bahasa Jerman