Darurat Krisis Iklim, Begini Aksi Anak Muda Semarang Selamatkan Bumi
SEMARANG, KOMPAS.com- Krisis iklim menjadi salah satu isu global yang menjadi tantangan anak muda, tak terkecuali di Kota Semarang.
Siapa sangka, adanya perubahan iklim yang berdampak pada kehidupan masyarakat di Semarang, mendorong sekelompok anak-anak muda di Kota Lumpia bersemangat untuk menggalakkan gerakan Green Lifestyle.
Seperti namanya, anak-anak muda yang tergabung dalam komunitas Green Lifestyle ini akan menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Founder komunitas Green Lifestyle, Siti Luthfiah mengatakan, komunitas yang terbentuk sejak bulan Juni lalu itu berawal dari keresahannya terhadap perubahan iklim yang berdampak pada kehidupannya.
"Kita merasa bahwa alam ini sudah berubah, tapi kok kita malah fokus dengan gerakan-gerakan besar saja ya. Padahal kita bisa kok menjaga lingkungan dengan melakukan aksi-aksi sederhana yang kecil. Meski kecil, tapi sebenarnya dampaknya cukup besar," ucap Luthfi kepada KOMPAS.com, Senin (28/10/2024).
Lebih jelas Luthfi mengatakan, kesadaran untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan itu sudah dia mulai sejak duduk di bangku SMP.
Lantaran memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan, Luthfi kemudian mengajak kawan lainnya untuk berpartisipasi dengan cara yang paling sederhana.
"Sesederhana membawa tumbler, bawa kantong belanja sendiri, setidaknya tindakan kita bisa mengurangi limbah plastik, meski hanya setitik," ucap dia.
Menurut Luthfi, tindakan sederhana yang dilakukannya itu dapat membawa dampak yang besar, meski tidak bisa terlihat secara langsung.
Dengan demikian, Luthfi terus konsisten melakukan aksinya dalam menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.
"Kita memang tidak bisa mengubah suatu keadaan. Mungkin dari perubahan-perubahan kecil kita ini memang tidak terasa semasa kita hidup. Tapi akan dirasakan oleh generasi penerus kita. Saya sakin ini tuh pasti akan berdampak," ungkap Luthfi.
Hal senada juga disampaikan oleh Co-Founder Green Lifestyle, Rifa Anis Fauziah. Menurut Rifa, tindakan sederhana dalam menerapkan green life style paling kecil bisa dilakukan dengan cara tidak konsumtif dalam hal apapun.
"Misalnya, kita bisa loh mulai dengan selalu menghabiskan makanan yang kita makan," ucap Rifa.
Selain menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, dirinya juga kerap membagikan kampanye digital di media sosial.
Biasanya, Rifa akan membuat konten yang membahas tentang isu lingkungan namun dengan pembawaan yang ringan dan unik.
"Nah mungkin ini pembedanya dengan yang lain, kalau kita Green Lifestyle menguatkan konten-konten berdasarkan riset, tapi dicurahkan dengan bahasa yang populer, lebih enjoy dan ala Gen Z," ungkap mahasiswa UIN Walisongo Semarang itu.
Bagi Rifa, apapun upaya yang dilakukan anak-anak muda dalam menjaga kelestarian lingkungan harus selalu didukung dan diapresiasi. Sehingga, gerakan tersebut akan berkembang dan lebih berdampak untuk khalayak luas.
"Yuk lakuin apapun yang bisa kita lakuin sesuai kemampuan kita, sekecil apapun. Karena kita belum tahu sikap kita yang mana yang akan bisa berdampak besar. Yang terpenting tetap melakukan suatu perubahan kecil," tutur Rifa.
Sementara itu, Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jateng, Iqbal Alma, mengatakan, kepedulian anak muda di Semarang terhadap isu lingkungan maupun krisis iklim sudah cukup bagus dan terus meningkat.
Hal tersebut bisa dilihat pada beragam komunitas, organisasi, gerakan, hingga aksi-aksi dalam mengkampanyekan kelestarian lingkungan.
"Kami memandang gerakan anak muda di Semarang sudah sangat aware dengan isu krisis iklim. Mereka sudah banyak melakukan gerakan seperti penanaman mangrove, climate strike, kampanye di CFD, bahkan diskusi-diskusi di segala ruang," tutur Iqbal.
Kendati demikian, Iqbal terus berharap agar gerakan-gerakan tersebut tidak berhenti dan selalu digalakkan.
Disamping itu, dirinya juga membagikan sejumlah tips kepada anak muda yang tidak tergabung dalam komunitas dalam mendukung gerakan pelestarian lingkungan.
Pertama, dengan menyisihkan waktu untuk merefleksikan perubahan apa yang terjadi pada lingkungan sekitar.
"Kita bisa mulai dengan cara membandingkan, apa aja sih yang berubah dalam kurun waktu tertentu," ucap Iqbal.
Kedua, yaitu dengan memantapkan diri dan sepakat bahwa generasi seterusnya akan terus terancam jika saat ini kita tidak melakukan aksi-aksi kecil dalam melestarikan lingkungan.
"Terakhir, mulai belajar tentang krisis iklim. Sampai akhirnya tiap orang bisa memantapkan tindakan-tindakannya sendiri. Hal-hal kecil itu bisa dilakukan, tergantung kapasitas dan kemampuan apa yg bisa kita lakukan," pungkas Iqbal.