Data Geospasial Amblesan Tanah dan Banjir Rob di Jakarta Utara
BANJIR genangan dari pasang air laut atau yang sering disebut banjir rob telah berlangsung beberapa hari tanpa henti di sebagian wilayah Jakarta utara.
Terpantau banjir rob terjadi di kawasan Muara Angke, Penjaringan, Pluit, Marunda, Ancol, Kapuk Muara, Kamal Muara, Cilincing, dan beberapa daerah di kepulauan seribu.
Stasiun pasang surut milik Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam satu minggu terakhir, mencatat ketinggian muka air laut mengalami kenaikan secara gradual.
Dari tiga stasiun pasang surut BIG di Pelabuhan Sunda Kelapa, Pangkalan AL Tanjung Priok dan Pondok Dayung menunjukkan kenaikan signifikan mulai berlangsung dari 11 Desember sampai hari ini.
Muka air laut naik signifikan hingga melebihi tinggi garis pantai dan dataran sekitarnya. Kenaikan air laut ini menimbulkan genangan di pesisir dari 30 cm hingga 110 cm.
Baik durasi, luasan maupun ketinggian banjir rob mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Jakarta Utara seolah-olah akan tenggelam.
Beberapa kawasan mulai merasakan durasi banjir rob yang lebih panjang dan meluas. Meningkatnya banjir rob di kawasan Jakarta Utara disebabkan faktor global dan faktor lokal.
Secara global dengan skenario perubahan iklim akibat pemanasan global, lapisan es di kutub mencair dan volume lautan bertambah.
Permukaan air laut menjadi naik, dengan kenaikan bervariasi dari 0,2 cm hingga 0,8 cm, jika emisi karbon tidak terkendali. Kenaikan ini tentu berdampak pada meningkatnya banjir rob.
Dalam konteks lokal, peningkatan permukaan laut akan dipengaruhi oleh morfologi pantai dan dinamika pesisir.
Morfologi pantai di Jakarta Utara yang berupa teluk yang dikelilingi beberapa daerah terbangun dan daerah reklamasi mengakibatkan perubahan perilaku dan pola arus laut yang datang ke pantai.
Arus laut menggerus pantai mengakibatkan meningkatnya erosi dan berkurangnya daratan.
Dinamika pesisir berupa terjadinya perubahan lahan juga berperan penting. Dahulu kala kawasan Jakarta Utara didominasi rawa dan hutan mangrove, yang berfungsi menahan dan menampung luapan pasang air laut.
Sehingga dulu banjir rob hanya menggenangi kawasan rawa dan muara sungai. Kawasan ini berfungsi sebagai water parking area.
ANTARA FOTO/ Aprillio Akbar Beberapa anak berjalan melintasi banjir rob di kawasan Pantai Marunda, Jakarta, Rabu (4/12/2024). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta memperkirakan banjir akibat kenaikan permukaan air laut masih akan terjadi di sejumlah titik rawan wilayah Jakarta Utara hingga 6 Desember 2024. Saat ini lahan terbangun lebih dominan, baik untuk permukiman maupun kegiatan industri. Tentu perubahan ini berakibat pada meningkatnya kebutuhan sumber daya air.
Air untuk kegiatan domestik dan industri sebagiannya berasal dari air tanah dalam. Air tanah dalam adalah air yang tersimpan di dalam lapisan akuifer pada kedalaman yang lebih dalam di bawah permukaan tanah.
Air ini terletak di bawah lapisan kedap air (impermeabel) dan biasanya tidak mudah dipengaruhi oleh kondisi permukaan seperti curah hujan atau perubahan iklim jangka pendek.
Pengambilan air tanah yang berlebihan untuk tujuan pemenuhan kebutuhan industri dan permukiman dapat menurunkan tekanan akuifer sehingga tanah mengalami penurunan, terjadi amblesan tanah (land subsidence).
Amblesan tanah yang meluas di Jakarta Utara mengakibatkan meningkatnya banjir rob, baik dari segi kedalaman banjir maupun luasan banjir.
Pengambilan air tanah berlebihan juga dapat mengakibatkan air laut meresap masuk ke dalam akuifer, mengurangi kualitas air tanah, air menjadi payau, bahkan asin.
Jika recharge air tanah lebih lambat dibandingkan pemanfaatannya, maka cadangan air tanah dapat habis dan mengakibatkan kekeringan atau krisis air.
Amblesan tanah juga dapat dideteksi dari data geospasial hasil pengamatan Global Navigation Satellite System (GNSS). BIG mempunyai stasiun GNSS yang terletak di kantor STO Telkom Tanjung Priok.
GNSS adalah sistem satelit yang menyediakan layanan penentuan posisi, navigasi, dan waktu secara global.
Proses amblesan tanah dapat diidentifikasi dengan melihat tren data dari GNSS secara jangka panjang dan kontinyu.
Tren penurunan tanah selama ini sebesar 7.03 mm/tahun. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa dalam 10 tahun ke depan, wilayah ini dapat turun lebih dari 7 cm. Tentu ini akan berdampak pada meningkatnya banjir dan kerusakan lingkungan.
Data geospasial IFSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar) dapat digunakan untuk mendeteksi amblesan tanah dengan cara yang sangat efektif karena karakteristiknya yang mampu melakukan pengukuran jarak jauh dalam skala besar dan waktu yang berulang.
Teknologi IFSAR mampu memetakan area yang luas seperti Jakarta Utara dengan resolusi spasial tinggi. Hal ini memudahkan analisis distribusi spasial land subsidence di kawasan perkotaan yang padat.
BIG saat ini melakukan pemetaan topografi skala detail untuk seluruh wilayah Indonesia, dan sebagiannya menggunakan teknologi IFSAR.
Teknologi IFSAR dapat digunakan untuk memetakan pola penurunan tanah di Jakarta Utara, di mana pada beberapa tempat terdapat cekungan amblesan tanah berkisar 5-10 cm/tahun.
Meskipun nilai ini tidak meluas ke seluruh kawasan, tapi hal ini perlu menjadi perhatian yang serius.
Amblesan tanah dapat mengakibatkan banjir rob permanen, yang artinya kita bisa saja kehilangan sebagian daratan, seperti yang telah terjadi di Kecamatan Sayung, Demak, di mana satu desa hilang karena tenggelam permanen oleh air laut.
Kita perlu melakukan langkah-langkah mitigasi secara komprehensif, termasuk di dalamnya mempertimbangkan dan menggunakan data-data geospasial skala detail dari berbagai sumber. Jangan sampai Jakarta Utara tenggelam.