Debat Dharma Pongrekun dan Ridwan Kamil soal Penanganan Covid-19
JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur Jakarta nomor urut 2, Dharma Pongrekun beranggapan penanganan pandemi Covid-19 penuh dengan ketidakjelasan.
Dharma mempertanyakan kepada Ridwan Kamil yang saat itu masih menjabat sebagai gubernur Jawa Barat, apakah pandemi ini semata-mata masalah kesehatan atau merupakan bagian dari agenda global.
“Seandainya saya menjadi seorang gubernur, jijik saya kalau saya bodoh, jijik saya kalau pengecut, jijik saya kalau saya pengkhianat," ucap Dharma di debat kedua Pilgub Jakarta, di Ancol, Jakarta Utara, Minggu (27/10/2024).
Menurut Dharma, penanganan Covid-19 sejak awal dilakukan tanpa landasan ilmiah yang kuat.
Padahal, dalam menangani kasus yang menelan banyaknya korban jiwa itu perlu melibatkan tim independen untuk memastikan data yang ada benar dan terverifikasi.
“Kalau ada peristiwa demikian, alangkah baiknya kita mengajak tim independen data yang ada. Apakah ini isu kesehatan atau agenda politik global,” ujarnya.
Bagi Dharma, pemimpin seharusnya berpihak pada rakyat dan tidak serta-merta mengikuti arus tanpa pertimbangan matang.
Menanggapi kritik tersebut, Ridwan Kamil mengatakan, dalam menghadapi pandemi, seorang pemimpin membutuhkan solusi dan masukan dari pihak yang lebih berkompeten dibidangnya.
“Sebagai seorang pemimpin, jika kita tidak tahu, kita harus bertanya," jelas Ridwan.
Selama pandemi, Ridwan Kamil membentuk Tim Ahli yang melibatkan pakar kesehatan dari Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran serta berkomunikasi dengan seorang dokter Indonesia di WHO untuk sinkronisasi data dan panduan langkah.
Ridwan Kamil juga menekankan pentingnya mengikuti arahan pemerintah pusat dalam menangani pandemi, sebagai bagian dari sikap kepatuhan terhadap kebijakan nasional.
“Sebagai gubernur, kami harus taat kepada pemerintah pusat," ungkap Ridwan Kamil.
Selain Covid-19, Dharma mengkritisi kondisi ekonomi Jawa Barat pasca-pandemi yang menurutnya termasuk yang paling terpuruk di Pulau Jawa.
Namun, Ridwan Kamil menanggapi klaim ini dengan tersenyum, menyatakan data yang disampaikan Dharma mungkin kurang tepat.
"Saya kira datanya mungkin keliru, silakan dibaca lagi. Kemiskinan di Pulau Jawa bukan di Jawa Barat," jelas Ridwan.
Ia memaparkan sejak awal masa jabatannya, Jawa Barat memiliki sekitar 1.100 desa yang tertinggal atau sangat tertinggal.
Namun, berkat program ekonomi digital desa dan pemberdayaan pesantren, jumlah desa tertinggal tersebut berhasil dihilangkan.
“Kami berhasil mengenolkan desa miskin tertinggal sehingga mendapatkan penghargaan tertinggi dari Kementerian Desa,” ujarnya.
Jawa Barat memiliki lebih dari 5.700 desa. Untuk itu, fokus Ridwan Kamil bukan hanya di perkotaan tetapi juga di pedesaan selama ia menjabat.
“Jawa Barat memang berbeda dengan Jakarta. Kami banyak mengurusi desa sehingga banyak hal-hal yang membuat kami harus lebih bijak,” ujarnya.
Ridwan Kamil juga menyebutkan selama pandemi, anggaran Jawa Barat dialihkan (refocusing) untuk kebutuhan sosial, dan hasilnya Jawa Barat mendapatkan penghargaan UNDP sebagai provinsi terbaik dalam penanganan konflik di Asia Pasifik.