Deinfluencing, Gen Z, dan Kesadaran Finansial
Dalam beberapa tahun terakhir, platform media sosial seperti TikTok telah menjadi kekuatan besar dalam membentuk pola pikir dan kebiasaan generasi muda. Salah satu tren yang menarik perhatian adalah deinfluencing. Berlawanan dengan budaya konsumtif yang didorong oleh influencer, deinfluencing mendorong orang untuk berpikir lebih kritis tentang pembelian mereka, memilih untuk tidak membeli barang yang tidak diperlukan. Tren ini muncul sebagai respons terhadap konsumsi berlebihan dan semakin relevan di tengah tantangan ekonomi global. Deinfluencing adalah gerakan yang bertujuan untuk melawan budaya konsumtif dengan memberikan saran yang lebih realistis kepada konsumen. Di TikTok, kreator menggunakan tagar seperti #deinfluencing untuk membahas produk yang tidak seefektif yang diiklankan oleh influencer, serta mendorong pengikut mereka untuk mempertimbangkan ulang sebelum membeli barang-barang yang mahal dan tidak perlu.
Contohnya, alih-alih merekomendasikan produk kosmetik dengan harga tinggi, kreator deinfluencing sering menyarankan produk yang lebih murah namun memiliki kualitas serupa. Pesan utama mereka, "Belilah hanya apa yang benar-benar Anda butuhkan." Hal ini memberikan keseimbangan baru di tengah budaya sosial media yang selama ini mempromosikan konsumsi impulsif.
Berpikir Lebih Rasional Generasi Z dikenal sebagai generasi digital yang terpapar budaya konsumsi sejak usia dini. Namun, banyak di antara mereka yang kurang memiliki kesadaran finansial atau pemahaman tentang dampak ekonomi dari gaya hidup konsumtif. Gen Z sering dipengaruhi oleh tren dan gaya hidup yang mereka lihat di media sosial, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap keuangan mereka.
Deinfluencing memberikan angin segar dengan mendorong mereka untuk berpikir lebih rasional dan strategis dalam mengelola uang. Gerakan ini tidak hanya membantu mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, tetapi juga memberikan pelajaran penting tentang nilai keuangan dan kesadaran akan keberlanjutan. Di antara dampak positif deinfluencing; pertama, kesadaran finansial. Deinfluencing membantu Gen Z memahami pentingnya pengelolaan uang yang bijaksana. Dengan memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan, generasi muda dapat mulai membangun kebiasaan keuangan yang sehat.
Kedua, pengurangan dampak lingkungan. Budaya konsumtif tidak hanya berdampak pada keuangan individu, tetapi juga lingkungan. Gerakan deinfluencing yang mendorong konsumsi yang lebih sadar turut berkontribusi dalam mengurangi limbah dan mempromosikan keberlanjutan.
Ketiga, meelawan tekanan sosial. Media sosial sering menciptakan tekanan untuk memiliki barang-barang tertentu demi mengikuti tren. Deinfluencing membantu mengurangi tekanan ini dengan menormalisasi sikap kritis terhadap budaya konsumsi impulsif.
Deinfluencing adalah fenomena sosial yang relevan pada era digital, khususnya untuk Gen Z yang sedang membentuk kebiasaan finansial dan nilai-nilai sosial mereka. Dengan mendorong kesadaran finansial, keberlanjutan, dan sikap kritis terhadap tekanan sosial, deinfluencing memberikan peluang untuk menciptakan budaya konsumsi yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Sebagai mahasiswa, kita dapat memanfaatkan momentum ini untuk tidak hanya memperbaiki kebiasaan konsumsi pribadi, tetapi juga menjadi agen perubahan dalam menyebarkan nilai-nilai positif ini kepada masyarakat luas. Jangan sampai kita menjadi generasi yang kehilangan kendali atas masa depan finansial kita hanya karena terjebak dalam ilusi tren media sosial.Alya Shafiqa Abdullah mahasiswa Universitas Airlangga