Demokrat Belum Tentukan Sikap Soal Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD
JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Demokrat disebut belum membahas wacana kepala daerah dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang sebelumnya digulirkan Presiden Prabowo Subianto.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf mengatakan, seluruh legislator Demokrat saat ini masih reses di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.
Atas dasar itu, belum ada kepastian apakah Fraksi Demokrat tetap menolak sistem kepala daerah kembali dipilih wakil rakyat, sebagaimana sikap yang pernah diambil pada 2014 silam.
“Karena kita masih reses, belum ada wacana dari Demokrat sampai saat ini. Mungkin setelah reses akan kita bahas bersama,” ujar Dede saat dihubungi Kompas.com, Selasa (17/12/2024).
Meski begitu, Dede secara pribadi berpandangan bahwa wacana untuk mengubah sistem Pilkada langsung yang berlaku saat ini, harus melewati kajian mendalam.
Pasalnya, evaluasi terhadap proses pelaksanaan maupun hasil dari penyelenggaraan Pilkada langsung selama ini tetap harus dilakukan.
“Pendapat saya pribadi, perlu dikaji lebih mendalam. Tentunya dengan berbagai data yang ada, seperti data korupsi yang ada selama ini juga perlu kita evaluasi, sebagai produk dari pilkada langsung yang berbiaya besar,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menggulirkan wacana agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), tidak lagi secara langsung dipilih rakyat.
Pilkada melalui wakil rakyat bukanlah suatu kebijakan baru. Sistem pemilihan ini diterapkan pada masa orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, mertua Prabowo.
Setelah digulingkannya rezim Soeharto, terjadi banyak perubahan pada sistem demokrasi di Indonesia. Termasuk sistem Pilkada lewat DPRD juga diubah menjadi pilkada langsung oleh rakyat, sejak 2005.
Sebelum digulirkan lagi oleh Prabowo pada 2024 ini, wacana untuk mengembalikan sistem Pilkada oleh DPRD pernah mengemuka 10 tahun lalu.
Pada 2014, DPR RI bahkan mengesahkan revisi UU Pilkada yang mengatur kepala daerah kembali dipilih DPRD. Keputusan pengesahan itu diambil berdasarkan hasil voting di antara anggota DPR RI dalam sidang paripurna 25 September 2014.
Pengesahan beleid yang mencabut hak rakyat untuk memilih langsung pemimpin daerahnya itu pun menuai berbagai kritik dan memunculkan gelombang penolakan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemudian langsung bereaksi dengan menyatakan kekecewaannya terhadap hasil sidang paripurna yang mengesahkan Pilkada lewat DPRD.
Melalui Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, SBY bahkan menyatakan keputusan tersebut telah mengabaikan kedaulatan rakyat.
“Pak SBY dengan Partai Demokrat telah berjuang dengan mengajukan opsi untuk mempertahankan Pilkada langsung dengan perbaikan. Namun, tidak diakomodasi dalam opsi voting dan tidak didukung, bahkan ditolak oleh fraksi parpol lain,” ujar Julian melalui pesan singkat, Jumat (26/9/2014).
Pada 2 Oktober 2014, SBY kemudian menerbitkan dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perppu) untuk membatalkan aturan Pilkada lewat DPRD.
Pertama adalah Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Perppu ini mencabut UU Nomor 22 Tahun 2014 yang mengatur pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
Kedua adalah Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2014 Pemerintah Daerah. Inti dari Perppu ini adalah menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah.