Demokrat Sebut Presidential Threshold Sudah Semestinya Dihapus
JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengaku tidak kaget dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Kamhar berpandangan, ketentuan presidential threshold memang sudah semestinya dihapus oleh MK.
"Kami tidak kaget dengan putusan MK ini, karena itu memang yang semestinya," ujar Kamhar kepada Kompas.com, Kamis (2/1/2025).
Kendati demikian, Kamhar menegaskan bahwa Partai Demokrat akan konsisten untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Dia mengeklaim Demokrat akan menggunakan segenap daya dan upaya untuk memastikan suksesnya pemerintahan Prabowo.
Saat dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyatakan partainya menghormati apapun putusan MK.
Ia juga mengingatkan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Kami meyakini, setiap putusan MK sudah melalui proses mendalam dan mempertimbangkan berbagai aspek, dengan mengedepankan keadilan dan kebenaran," kata Herzaky.
"Indonesia merupakan negara hukum, dan merupakan kewajiban kita semua untuk menghormati setiap produk hukum dari lembaga peradilan. Apalagi ini produk hukum dari Mahkamah Konstitusi, lembaga tinggi negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman secara merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan," ujar dia melanjutkan.
Diberitakan sebelumnya, MK menghapus presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Salah satu alasannya, ambang batas pencalonan presiden dinilai membatasi pilihan rakyat untuk memilih calon pemimpin.
Sebab, dengan presidential threshold, tidak semua warga negara bisa mencalonkan diri.
"Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden," kata Saldi.
Selain itu, MK berpandangan, presidential threshold berpotensi melahirkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, bahkan pasangan calon tunggal.
Padahal, pemilu yang hanya diikuti dua pasangan calon bisa membelah masyarakat, menciptakan polarisasi, dan mengancam kebinekaan Indonesia.
Lewat putusan ini, MK menegaskan bahwa semua partai politik berhak mengusulkan calon presiden dan wakil presiden.
MK lantas meminta DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang mekukan rekayasa konstitusi dengan memperhatikan ketentuan dalam revisi Undang-Undang Pemilu 7/2017.
MK meminta pembentuk undang-undang memperhatikan pengusulan pasangan capres-cawapres tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi DPR atau perolehan suara sah nasional.