Dendam yang Meledak, Nanang “Gimbal” Bunuh Sandy Permana Usai Mendapatkan Tatapan Sinis dan Diludahi
JAKARTA, KOMPAS.com - Kejadian kelam mengguncang warga di Perumahan TNI/Polri Cibarusah Jaya, Kabupaten Bekasi, pada Minggu (12/1/2025) pagi.
Sandy Permana, artis yang pernah memerankan Arya Soma dalam sinetron Mak Lampir, ditemukan bersimbah darah, terkapar di depan salah satu rumah warga.
Pria berusia 45 tahun itu mengalami luka tusuk di berbagai bagian tubuhnya, mulai dari leher, dada, perut hingga punggung.
Sebelum ajal menjemput, Sandy sempat mencoba menyelamatkan diri dengan berjalan tertatih ke rumah seorang perawat. Malang, sang perawat sedang tak ada di kediaman.
Nama yang terus disebutnya sebelum terjatuh adalah Nanang Irawan, pria yang dulunya tetangga dekat Sandy. Nama itu menjadi kunci cerita penuh dendam yang selama bertahun-tahun terpendam.
Ketegangan yang berlangsung bertahun-tahun antara Nanang dan Sandy, dua tetangga di Perumahan TNI/Polri Cibarusah Jaya sejak 2017, akhirnya berujung pada aksi tragis.
Hubungan mulai memanas pada 2019. Ketika itu, Sandy mendirikan tenda pesta pernikahan yang memasuki pekarangan rumah Nanang tanpa izin. Tak hanya itu, Sandy juga menebang pohon yang tumbuh di pekarangan Nanang.
Meski merasa terganggu, Nanang memilih diam karena tahu bahwa Sandy dikenal sebagai sosok yang temperamental.
“Namun (ketika itu), tersangka tidak menegur korban karena tersangka tahu korban sangat pemarah,” ujar Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra di Polda Metro Jaya, Kamis (16/1/2025).
Sejak kejadian itu, Nanang menyimpan dendam. Hubungan keduanya memburuk dan komunikasi pun terputus. Pada 2020, Nanang memutuskan menjual rumahnya dan pindah ke blok lain dalam kompleks yang sama.
Pada Oktober 2024, suasana semakin panas saat diadakan rapat warga terkait pemberhentian Ketua RT di lingkungan tersebut.
Sandy hadir dalam rapat itu dan menyampaikan pendapatnya dengan cara berteriak, bahkan sempat cekcok dengan istri Ketua RT yang menjadi pusat masalah.
“Lalu tersangka menegur korban dengan kalimat, ‘Enggak usah teriak-teriak, biasa saja.’ Namun, korban memelototi tersangka dan berkata, ‘Lu bukan warga sini, enggak usah ikut-ikutan,’” kata Wira.
Nanang memilih diam, tetapi kata-kata Sandy semakin menambah rasa dendam dalam dirinya.
Keesokan harinya, konflik berlanjut. Istri Nanang berinisial Y menerima pesan dari Sandy melalui WhatsApp.
Dalam pesan tersebut, Sandy menuduh Nanang berniat menyerangnya saat rapat. Nanang tetap tidak menanggapi, tetapi rasa bencinya terhadap Sandy semakin membara.
Ketegangan yang terjadi bertahun-tahun ini akhirnya membawa Nanang ke titik di mana ia merasa dendam tak lagi bisa dibendung.
Pagi itu, Minggu, pukul 06.30 WIB, suasana di Perumahan TNI/Polri Cibarusah Jaya terasa tenang meski sedikit mendung. Nanang tengah sibuk memperbaiki sepeda motornya di pinggir jalan depan rumah.
Namun, ketenangan pagi berubah drastis ketika Sandy melintas dengan sepeda listrik. Dari atas kendaraannya, Sandy meludah ke arah pelaku sambil melemparkan tatapan sinis ke Nanang.
Sikap itu seketika memicu emosi Nanang, yang sudah lama menyimpan dendam. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil pisau yang disimpan di kandang ayam di samping rumahnya.
"Kemudian tersangka berlari mengejar korban dengan maksud untuk melukai korban serta meluapkan kekesalan yang selama ini tersangka pendam," ungkap Wira.
Setelah melakukan penusukan secara brutal, Nanang segera melarikan diri menggunakan sepeda motor menuju area persawahan di dekat Jalan Raya Cibarusah.
Di tepi sawah, ia meninggalkan motornya dan melanjutkan pelarian dengan cara menumpang truk-truk yang melintas hingga mencapai Kabupaten Karawang.
Dalam upaya pelariannya, Nanang meminjam sebuah gunting dari salah satu warung untuk memangkas rambutnya. Dia memotong rambut demi menghindari kejaran petugas.
Upaya pelarian Nanang akhirnya sia-sia. Ia ditangkap di RT 04/RW 09, Dusun Poris, Desa Kutamukti, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada Rabu (15/1/2025) pukul 10.45 WIB, saat sedang menyantap roti di sebuah warung.
Nanang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi. Ia dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman pidana penjara selama 15 tahun, dan/atau Pasal 354 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan berat dengan ancaman pidana penjara selama 10 tahun.
Aksi penikaman Nanang terhadap Sandy bukan merupakan pembunuhan berencana.
Oleh karena itu, polisi tidak menjerat Nanang dengan pasal 340 kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana meski pelaku mempunyai dendam terhadap korban sejak 2019.
“Untuk sementara, kami temukan ini emosi sesaat,” pungkas Wira.