Detik-detik Brigadir Anton Tembak Sopir Ekspedisi, Tersulut Emosi hingga Dalam Pengaruh Sabu

Detik-detik Brigadir Anton Tembak Sopir Ekspedisi, Tersulut Emosi hingga Dalam Pengaruh Sabu

PALANGKA RAYA, KOMPAS.com - Kasus pencurian dengan kekerasan (curas) yang diduga dilakukan oleh Brigadir Anton, oknum polisi dari Polresta Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng), berawal dari niat tersangka untuk memalak sopir-sopir yang mengendarai mobil tanpa surat-menyurat alias mobil bodong.

Hal itu diungkapkan oleh kuasa hukum Brigadir Anton, Suriansyah Halim.

Halim mengatakan, kronologi kejadian curas yang berujung meninggalnya seorang sopir ekspedisi, Budiman Arisandi, itu versi tuturan Brigadir Anton.

Kedua tersangka, Brigadir Anton dan Haryanto, bertemu pada 26 November 2024 sore.

“Pertama kali, Heri (Haryanto), tersangka satunya, itu melakukan video call dengan si Anton, yang waktu itu di Polres jam 3 sore, untuk janjian ketemuan. Anton keluar dari Polres, mereka kemudian ketemuan di depan Museum Balanga,” beber Halim, kepada wartawan, saat ditemui di kantor hukumnya, Palangka Raya, Kamis (19/12/2024).

Lalu, lanjut Halim, mereka berdua sepakat untuk berjalan satu mobil, menggunakan mobil Daihatsu Sigra milik Anton.

Tujuan mereka berdua berjalan menggunakan mobil Sigra itu, kata Halim, untuk memalak pengendara yang mengendarai kendaraan tanpa surat-menyurat lengkap atau bodong.

“Anton punya aplikasi e-tilang, tujuan mereka untuk mencari ‘uang receh’ lah bahasanya. Jadi, saat mereka berkeliling, mereka sambil melihat pelat-pelat nomor. Saat ditemukan mobil-mobil mencurigakan, mereka cek, sesuai enggak. Saat menemukan adanya ketidakcocokan, mereka setop mobil itu, dengan harapan mengambil uang damai, 86, dan lain-lain,” ujar Halim.

Saat itu keduanya berkeliling di dalam kota, lalu melanjutkan perjalanan ke arah Banjarmasin.

Saat sampai di daerah Jalan Trans Kalimantan, tepatnya di jalan layang Tumbang Nusa, kata Halim, Haryanto menawarkan Anton untuk nyabu di pinggir jalan.

“Mereka nyabu di situ, sambil jalan, sambil tetap mencari mobil-mobil yang mencurigakan. Di sepanjang jalan itu, mobil yang mencurigakan dicek pelat, dan lain-lain, sampai Anton ketiduran. Tahu-tahu bangun kurang lebih jam 6 pagi di daerah Pulang Pisau,” ujar dia.

Setelah itu, keduanya sampai di Palangka Raya pada siang hari.

Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan ke Kasongan.

Sambil berjalan, mereka mengecek mobil-mobil yang mencurigakan.

“Sampai di Km 38, Pos Lantas, lewat Km 39, mereka menemukan mobil pikap yang parkir di pinggir jalan. Mereka cek lagi mobil pikap itu, menurut aplikasi ada ketidakcocokan warna antara mobil yang di aplikasi dan yang ada berbeda,” ujar dia.

Mereka kemudian menghampiri pengendara mobil tersebut untuk menanyakannya.

Saat itu, Anton menggunakan pakaian bebas, tidak menggunakan pakaian dinas. Anton kemudian menemui sopir pikap tersebut.

“Dia ketok pintu kaca, dibuka oleh sopir setengah. Si sopir itu, karena bangun tidur atau seperti apa, jawabannya agak keras,” ujar dia.

Anton kemudian menanyakan sopir pikap, yang belakangan merupakan Budiman Arisandi itu, untuk mengecek surat-menyurat kendaraan.

Namun, sopir itu tidak percaya bahwa Anton adalah orang kepolisian. Akhirnya, Anton kembali ke mobilnya, namun diikuti oleh Budiman Arisandi.

“Mereka berdebat lagi. Anton kan awalnya duduk di samping driver. Heri memindahkan senjata api (senpi) dari depan ke belakang, lalu dia bilang masuk saja (ke mobil), jangan ribut di pinggir jalan. Akhirnya mereka masuk, Anton masuk ke tengah, si korban masuk ke depan,” ujar dia.

Namun, baru saja pintu mobil ditutup, lanjut Halim, Haryanto langsung menjalankan mobilnya.

Anton kemudian mempertanyakan kenapa mobil langsung dijalankan. Ketiganya kemudian berdebat selama di dalam mobil.

“Mereka tetap berdebat, akhirnya keluarlah kalimat bahwa kedua tersangka menyatakan mereka dari Polda Kalteng. Itu dikatakan Anton maupun Heri. Ujung-ujungnya, sopir bertanya, mana surat perintah. Saat dia tanya surat perintah, tapi tidak ada, lalu ada perdebatan. Karena Anton emosi, melihat di samping ada senpi, itu yang diambil Anton,” ujar dia.

Kemudian, kata Halim, Anton menembakkan senpi itu ke kepala Budiman Arisandi dua kali. Posisi tembakan di bagian atas dan belakang kepala korban.

“Jadi posisinya dia emosi, dalam pengaruh sabu-sabu, lalu makin emosi karena terpancing lagi debat, akhirnya ketembaklah dua kali,” ucapnya.

Keduanya kemudian berpikir untuk membuang mayat Budiman Arisandi setelah beberapa kali mengitari jalanan untuk mencari lokasi sepi di dekat lokasi kejadian.

Halim menyatakan bahwa Haryanto-lah yang berinisiatif membuang mayat itu, bukan bersama-sama.

“Jatuh lah itu mayat ke tanah setelah pintu sebelah dibuka oleh Heri. Heri minta bantuan Anton, tapi rupanya pintu mobil Anton itu tidak bisa dibuka dari dalam, jadi pintu tengah bisanya dibuka dari luar,” kata dia.

Kemudian, keduanya berganti posisi. Anton kemudian memegang kemudi mobil.

Halim mengatakan, Anton berpikir untuk pulang karena sudah di luar rencana awal yang hanya berniat memalak, namun malah berujung pembunuhan.

Haryanto kemudian membawa mobil pikap milik Budiman Arisandi.

“Di tengah perjalanan, Heri berinisiatif agar mobil curian itu disimpan di depan rumah temannya, di Jalan Tingang ujung, di situ sepi, lalu diantarlah ke situ,” kata Halim.

Kemudian, malam hari di hari yang sama, keduanya mencari orang untuk mengosongkan pikap dari barang-barang yang dibawa sopir.

Mobil korban itu kemudian dijual melalui perantara oleh seseorang yang bernama Adi.

“Melalui Adi-lah mobil itu dijual lagi dengar-dengar sih oknum anggota juga, oknum TNI sih infonya, tinggal dipastikan lagi kepada penyidik,” ujar dia.

Mereka untung Rp 50 juta dari hasil penjualan mobil itu. Haryanto kemudian mendapat uang sebesar Rp 15 juta dari Anton berdasarkan hasil menjual mobil curian itu.

“Anton memang dapat bagian yang lebih besar. Selain diberikan ke Haryanto, dia juga membagikannya ke perantara penjual, ada di Berita Acara Pemeriksaan (BAP),” katanya.

Lalu, terkait pengembalian uang itu. Halim menyebut bahwa kliennya tidak mengetahui hal itu.

“Anton pribadi dia tidak tahu terkait pengembalian itu, saya belum tahu kalau dari versi istrinya Anton,” kata Halim.

Saat coba dikonfirmasi Kompas.com melalui telepon, Kepala Bidang Humas Polda Kalteng Kombes Erlan Munaji belum memberikan respons hingga berita ini diturunkan.

Sumber