Dewan Guru Besar UI Gelar Sidang Etik terhadap Proses Pembimbingan Bahlil sebagai Doktor
JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) akan menggelar sidang etik terhadap pelanggaran yang dilakukan selama proses pembimbingan mahasiswa Program Doktor (S3) di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG).
Dalam hal ini, UI mengakui ada sejumlah kekurangan dari pihaknya ketika meluluskan Menteri ESDM sekaligus Ketum Partai Golkar Bahlil Lahadalia di Program S3 SKSG.
"Sesuai dengan tugas dan kewajibannya, Dewan Guru Besar (DGB) UI akan melakukan sidang etik terhadap potensi pelanggaran yang dilakukan dalam proses pembimbingan mahasiswa Program Doktor di SKSG," ujar Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI Yahya Cholil Staquf dalam keterangannya, Rabu (13/11/2024).
Yahya menyampaikan, langkah ini diambil untuk memastikan penyelenggaraan pendidikan di UI dilakukan secara profesional dan bebas dari potensi konflik kepentingan.
Ia mengatakan, UI telah melakukan evaluasi mendalam terhadap tata kelola penyelenggaraan Program Doktor di SKSG sebagai komitmen untuk menjaga kualitas dan integritas akademik.
Saat ini, Tim Investigasi Pengawasan Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari unsur Senat Akademik dan Dewan Guru Besar telah melakukan audit investigatif terhadap penyelenggaraan Program Doktor di SKSG yang mencakup pemenuhan persyaratan penerimaan mahasiswa, proses pembimbingan, publikasi, syarat kelulusan, dan pelaksanaan ujian.
UI pun memutuskan untuk menunda sementara (moratorium) penerimaan mahasiswa baru di Program Doktor SKSG hingga audit yang komprehensif terhadap tata kelola dan proses akademik di program tersebut selesai dilaksanakan.
UI juga telah memutuskan untuk menangguhkan kelulusan Bahlil dari sebagai doktor berdasarkan rapat koordinasi empat organ UI.
"Kelulusan BL, mahasiswa Program Doktor (S3) SKSG ditangguhkan, mengikuti Peraturan Rektor Nomor 26 Tahun 2022, selanjutnya akan mengikuti keputusan sidang etik," ujar Yahya.
"Keputusan ini diambil pada Rapat Koordinasi 4 Organ UI, yang merupakan wujud tanggung jawab dan komitmen UI untuk terus meningkatkan tata kelola akademik yang lebih baik, transparan, dan berlandaskan keadilan," imbuh dia.
Sebelumnya diberitakan, Bahlil Lahadalia berhasil meraih gelar Doktor dalam program studi (Prodi) Kajian Strategik dan Global di Universitas Indonesia (UI).
Bahlil lulus dalam kurun waktu 1 tahun 8 bulan dengan predikat dengan pujian cumlaude.
Bahlil mengangkat disertasi berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia", sesuai dengan bidang yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir sebagai menteri.
Dalam disertasinya, Bahlil mengidentifikasi empat masalah utama dari dampak hilirisasi yang membutuhkan penyesuaian kebijakan.
Keempat masalah itu adalah dana transfer daerah, keterlibatan pengusaha daerah yang minim, keterbatasan partisipasi perusahaan Indonesia dalam sektor hilirisasi bernilai tambah tinggi, serta belum adanya rencana diversifikasi pasca-tambang.
Bahlil pun merekomendasikan empat kebijakan utama sebagai solusi, yakni reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah.
Kemudian penyediaan pendanaan jangka panjang untuk Perusahaan nasional di sektor hilirisasi, serta kewajiban bagi investor untuk melakukan diversifikasi jangka panjang.
Namun, disertasi Bahlil itu dianggap janggal oleh banyak pihak, salah satunya Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang merasa dicatut sebagai informan dalam disertasi tersebut.
Bahlil belum merespons dugaan praktik joki yang dilaporkan Jatam. Namun, ia pernah mengeklaim bahwa ia telah menjalankan seluruh proses studi sesuai mekanisme yang berlaku di UI.