Dewan Pers Ingatkan Pemberitaan Kekerasan Seksual Harus Melindungi Korban
Dewan Pers mengingatkan pentingnya perlindungan bagi korban kekerasan seksual dalam pemberitaan. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengatakan pihaknya masih menemukan berita yang mengungkap identitas korban kekerasan seksual.
Hal itu disampaikan Ninik berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Komisi Pendataan Dewan Pers pada tahun 2022 dalam Diskusi Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak.
"Komisi Pendataan ingin melihat bagaimana pemberitaan tentang kekerasan seksual, nampaknya juga memberikan hasil yang tidak membahagiakan buat insan pers yang harus berkomitmen pada kode etik," kata Ninik di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2024).
Dia mengatakan ada pemberitaan kekerasan seksual yang sifatnya diskriminatif. Dia juga menyebut hal itu malah mempersulit pemulihan korban.
"Karena penulisan dalam pemberitaan kekerasan seksual justru melakukan hal-hal yang sifatnya diskriminatif pemberitaannya, dan itu tentu membuat upaya pemulihan menjadi sangat sulit," ujarnya.
Ninik mengatakan pemberitaan yang berpihak kepada korban sangat penting. Dia mengajak semua pihak untuk memberikan perlindungan dan membantu upaya pemulihan korban.
"Bagaimana pemberitaan kita juga memiliki perspektif pada upaya pemulihan dan keadilan bagi korban, bukan mereviktimisasi, apalagi memprovokasi kekerasan seksual, apalagi mentolerir kasus-kasus kekerasan seksual," katanya.
Komisi Penelitian dan Pendataan Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan pihaknya bersama Universitas Tidar, Magelang, pada 2022. Dia mengatakan dari 768 artikel berita yang menjadi sample penelitian, ada 27 persen pemberitaan yang masih mengungkap identitas korban. Dia mengingatkan ada kode etik jurnalistik (KEJ) sudah mengatur mengenai penyebutan identitas korban, khususnya korban anak.
"Berdasarkan penelusuran data, sejak Januari 2020 hingga Juni 2022, peneliti mendapatkan 768 artikel berita tentang kekerasan seksual di 9 media. Dari 768 berita tersebut ada 212 atau 27 persen menyebut identitas korban," kata Atmaji.
"Penyebutan identitas korban dilakukan 9 media yang menjadi sampel penelitian, dengan jumlah berita bervariasi di setiap media," sambungnya.
Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, mengatakan pemberitaan yang tidak berpihak kepada korban justru semakin menyulitkan korban dalam pemulihan dan pemenuhan hak korban. Dia berharap kode etik jurnalistik bisa dipatuhi.
"Dampak pemberitaan kekerasan seksual yang mengabaikan prinsip perlindungan korban, berdampak pada keselamatan, keamanan, dan pemulihan korban, dan menghambat akses keadilan bagi korban dan menambah kompleksitas problem yang dialami oleh korban," katanya.