Dewas KPK: Kasus Nurul Ghufron Paling Sulit Ditangani, Bikin Pusing

Dewas KPK: Kasus Nurul Ghufron Paling Sulit Ditangani, Bikin Pusing

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengungkapkan bahwa kasus etik yang menimpa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron merupakan kasus paling sulit yang mereka hadapi dalam lima tahun terakhir.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Pangabean dalam konferensi pers mengenai kinerja Dewas Pengawas di Gedung C1 KPK, Jakarta, pada Kamis (12/12/2024).

"Perkara yang paling sulit, perkara yang paling buat pusing Dewas. Pimpinan KPK. Itu yang paling tersulit, yang terakhir ini (Nurul Ghufron)," kata Tumpak.

Tumpak menjelaskan, Dewas kesulitan tersebut disebabkan oleh langkah Nurul Ghufron yang menggugat administrasi persidangan etiknya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan Mahkamah Agung (MA).

"Kenapa sampai sulit? Sampai kami dilaporkan, digugat di PTUN. Digugat di Mahkamah Agung, peraturan Dewan Pengawasnya," ujarnya.

"Kok pimpinan KPK yang mengugat aturan dewas? Agak aneh itu kan?," sambungnya.

Lebih lanjut, Tumpak mengungkapkan bahwa Dewas KPK juga menghadapi tantangan ketika Nurul Ghufron melaporkan mereka ke Bareskrim Mabes Polri dengan tuduhan penyalahgunaan kewenangan dan pencemaran nama baik.

"Untung saja, saya bersyukur, bersyukur bahwa aparat penegak hukum kepolisian bisa melihat bahwa ini enggak ada, sampai sekarang saya enggak pernah dipanggil, mencemarkan nama baik, terlalu itu. Aneh, aneh sekali itu," tuturnya.

Anggota Dewas KPK Albertina Ho juga menegaskan bahwa kasus etik Nurul Ghufron adalah yang paling menyulitkan.

Ia mengakui bahwa tindakan Nurul Ghufron yang mengajukan gugatan di PTUN dan MA membuat fokus Dewas KPK terbagi.

"Yang paling bikin pusing memang yang terakhir ya, yang Pak NG (Nurul Ghufron) itu karena tadi sudah disampaikan oleh Pak Ketua, dengan dilaporkan kami itu ke Bareskrim kemudian digugat ke PTUN, kemudian ke Mahkamah Agung, otomatis pikiran kami itu harus terbagi," kata Albertina.

Albertina menambahkan bahwa selain mencari bukti-bukti terkait kasus etik Nurul Ghufron, Dewas juga harus menyiapkan jawaban untuk disampaikan dalam persidangan melawan komisioner KPK tersebut.

"Kami bersyukur bahwa itu kemudian tidak diproses lebih lanjut, jadi sudah mudah-mudahan sudah selesai dan untuk di Mahkamah Agung dan di PTUN Jakarta kami sudah menang, dan sudah berkekuatan hukum tetap," ucapnya.

Sebelumnya, Dewas KPK menjatuhkan sanksi etik sedang berupa teguran tertulis kepada Nurul Ghufron.

Dewas menyatakan bahwa Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi terkait mutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) berinisial ADM ke Malang, Jawa Timur.

Dewas KPK menegaskan bahwa meskipun Nurul Ghufron tidak memperoleh keuntungan dari mutasi tersebut, sebagai pemimpin KPK, ia tidak memiliki kewenangan untuk mencampuri urusan mutasi di instansi lain.

"Terperiksa selaku pemimpin KPK tidak memiliki kewenangan untuk mencampuri urusan mutasi di instansi lain," kata Albertina.

Dewas KPK juga mencatat bahwa tindakan Nurul Ghufron yang menghubungi Kasdi Subagyo, mantan Sekjen Kementan, untuk meminta bantuan dalam mutasi Andi Dwi Mandasari merupakan penyalahgunaan pengaruh untuk kepentingan pribadi.

"Adapun hal yang meringankan adalah terperiksa belum pernah dijatuhi sanksi etik," tambah Tumpak.

Berdasarkan hal tersebut, Nurul Ghufron dinyatakan melanggar Pasal 4 Ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas (Perdewas) KPK Nomor 3 tahun 2021, di mana ia terbukti secara sah dan meyakinkan telah menyalahgunakan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi.

Sumber