Dianggap Akan Picu Kemacetan, DPRD Jakarta Tolak Kenaikan Tarif Transjakarta
JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta menolak kenaikan tarif Transjakarta yang saat ini sedang dikaji oleh Dinas Perhubungan (Dishub).
"Saya dengan tegas menolak wacana kenaikan tarif TransJakarta yang saat ini sedang dikaji oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta," ujar Wakil Ketua DPRD Jakarta Wibi Andrino kepada Kompas.com, Jumat (21/12/2024).
Penolakan tersebut disampaikan karena rencana kenaikan tarif TransJakarta dianggap berisiko memperburuk kemacetan, mengingat masyarakat berpotensi beralih menggunakan kendaraan pribadi.
Selain itu, bukan tidak mungkin, banyaknya orang yang beralih ke kendaraan pribadi akan menyebabkan peningkatan polusi udara di Jakarta, mengingat tingginya emisi gas buang dari kendaraan.
"Karena itu saya mendesak membatalkan wacana (kenaikan tarif Transjakarta) itu. Butuh solusi untuk rakyat, bukan memberatkan," kata Wibi.
Selain itu, Wibi mengingatkan, penolakan kenaikan tarif Transjakarta itu juga didasarkan pada beberapa pertimbangan, terutama dengan situasi ekonomi yang masih sulit.
"Alokasi anggaran yang lebih efisien harus menjadi prioritas. Kami memastikan bahwa kebijakan transportasi di Jakarta tetap berpihak pada masyarakat," kata Wibi.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengungkapkan, pihaknya tengah mengkaji usulan kenaikan tarif yang telah diajukan, termasuk usulan dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ).
Namun, Syafrin belum dapat memastikan kapan keputusan terkait kenaikan tarif tersebut akan diambil, meskipun diperkirakan kajian internal akan selesai pada akhir tahun 2024.
"Sudah masuk usulannya, kami masih pendalaman dari hasil kajian yang sudah disampaikan," kata Syafrin kepada wartawan, Jumat (20/12/2024).
Saat ini, tarif TransJakarta yang berlaku adalah Rp 3.500, yang sudah bertahan sejak tahun 2007 tanpa ada perubahan.
Adapun wacana kenaikan tarif ini pertama kali muncul pada tahun 2023, dengan usulan tarif yang lebih tinggi pada jam sibuk, antara Rp 4.000 hingga Rp 5.000.
Rencana ini kemudian mendapat perhatian publik, termasuk melalui survei yang dilakukan oleh PT TransJakarta pada tahun tersebut.
Namun, keputusan final mengenai kenaikan tarif masih terus dipertimbangkan oleh pihak terkait.