Dibayangi Tarif Trump, Pertumbuhan Ekonomi Asean Bakal Lebih Baik dari Global pada 2025

Dibayangi Tarif Trump, Pertumbuhan Ekonomi Asean Bakal Lebih Baik dari Global pada 2025

Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi di enam negara kawasan Asia Tenggara atau Asean-6 pada 2025 mendatang diproyeksikan lebih tinggi dibandingkan rerata global meski dibayangi sentimen potensi perang tarif di dunia.

Asean Economist UOB Enrico Tanuwidjadja memaparkan meski akan terdampak dari kebijakan tarif Presiden terpilih AS Donald Trump, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara dinilai akan lebih resilien dibandingkan dengan wilayah lain di dunia. 

Dalam proyeksinya, Enrico memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada 2025 berada di level 3,2%. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan enam negara kawasan Asia Tenggara yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Vietnam, FIlipina, Singapura, serta Thailand diprediksi sebesar 4,8%, atau sama dengan proyeksi UOB untuk pertumbuhan periode 2024.

"Tentu saja kita menyadari implikasi dari tarif Trump 2.0 ini mungkin akan berdampak pada Asean, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tetapi, pesan utamanya adalah bahwa dalam hal tingkat pertumbuhan, Asean-6 akan berada di atas rata-rata dunia," kata Enrico dalam Macroeconomic Outlook Virtual Media Briefing for 2025, Kamis (5/12/2024).

Enrico memaparkan, Vietnam akan menjadi negara dengan pertumbuhan terbaik diantara Asean-6 dengan proyeksi 6,6% disusul oleh FIlipina pada 6,5%. Selanjutnya, Indonesia diprediksi mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% pada 2025, di atas Malaysia dengan perkiraan 4,7%, Thailand dengan proyeksi 2,9%, serta Singapura dengan pertumbuhan 2,5%.

Dia mengatakan, negara-negara dengan basis domestik yang lebih besar cenderung lebih mampu meredam dampak dari dampak potensi perang dagang yang akan muncul karena kebijakan tarif Trump. 

Enrico menambahkan, dari sisi perdagangan dan foreign direct investment (FDI), prospek pasar Asia Tenggara masih cukup positif. Hal ini salah satunya didukung pergeseran dalam rantai pasokan ke kawasan Asia Tenggara, yang salah satunya dipicu oleh upaya perusahaan China mengurangi ketergantungan pada pasar domestik melalui strategi China plus one.

Dia menuturkan, ketegangan hubungan dagang antara AS dan China yang muncul dari kebijakan perang tarif dapat mempercepat implementasi strategi China plus one. Sehingga, pasar Asia Tenggara pun akan diuntungkan.

"Selain itu, kebijakan local requirement yang telah diberlakukan menurut saya akan tetap mempertahankan proses nilai tambah kecil. Hal ini berarti banyak investor cenderung menanamkan lebih banyak investasi di kawasan Asia Tenggara, sehingga akan benar-benar meningkatkan output nilai tambah serta menyerap lebih banyak tenaga kerja," katanya.

Sumber