Dibayar Rp 50 Ribu Saat Kerja di Hari Libur, Mahasiswa Gugat UU ke MK

Dibayar Rp 50 Ribu Saat Kerja di Hari Libur, Mahasiswa Gugat UU ke MK

Mahasiswa asal Jawa Timur mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon meminta MK mengatur soal upah pokok jika ada orang yang bekerja pada hari libur.

Gugatan nomor 175/PUU-XXII/2024 itu diajukan oleh Meida Nur Fadila Syuhada dan Priyoga Andikarno yang dalam gugatan ini mencantumkan status sebagai mahasiswa. Mereka mengajukan gugatan terhadap Pasal 85 ayat 3 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yang bunyinya

(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.

Pemohon merasa pasal tersebut berpotensi menyebabkan ketidakadilan saat mereka masuk ke dunia kerja. Selain itu, Meida mengaku pernah bekerja selama 4 bulan sebelum masuk kuliah dan dibayar Rp 50-100 ribu jika bekerja saat hari libur.

"Waktu bekerja pada koperasi tersebut hanya terhitung pada saat hari Senin sampai Jumat, namun pada saat awal bulan dan akhir bulan yang mana pada waktu disebut dengan buka buku (awal bulan) dan tutup buku (akhir bulan) yang mana mengharuskan Pemohon I bekerja pada hari libur yakni Sabtu-Minggu pada saat bertepatan hari libur nasional jika pada kualifikasi tutup buku dan buka buku maka Pemohon I (Meida) juga tetap bekerja. Tetapi, dalam perhitungan upah Pemohon I hanya mendapat upah lembur terhitung dengan satuan upah Rp 50 ribu-100 ribu yang dibayarkan pada saat itu juga," demikian isi permohonannya sebagaimana dikutip dari situs resmi MK.

Selain itu, Priyoga mengatakan saat ini dia bekerja tanpa perjanjian kerja di salah satu perusahaan. Dia mengaku hanya mendapat hak upah lembur jika bekerja di hari libur.

"Pada saat hari libur, baik nasional maupun hari libur biasa, tetap bekerja hanya mendapat hak upah lembur saja, tidak mendapat hak upah minimum yang sebagaimana memuat hak upah pokok. Selain itu teman Pemohon II juga memberikan keterangan bahwa mereka yang bekerja pada hari libur resmi hanya mendapatkan upah lembur yang dihitung menurut satuan jam," ujarnya.

Mereka pun menganggap pasal tersebut tidak memberi jaminan keadilan bagi pekerja. Mereka khawatir dengan nasib mereka saat menjadi pekerja usai tamat kuliah.

"Bahwa ketentuan Pasal 85 Ayat (3) berpotensi menciptakan ketidakadilan dalam hubungan kerja. Pemohon sebagai mahasiswa yang akan menjadi pekerja dimasa depan dirugikan karena tidak ada jaminan kepastian hukum mengenai pembayaran upah pokok saat bekerja di hari libur resmi. Ketidakadilan ini dapat menurunkan motivasi Pemohon untuk bekerja secara optimal di masa depan karena merasa diperlakukan secara tidak adil," ucapnya.

Atas dasar itu, mereka meminta MK untuk

  1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

  2. Menyatakan Pasal 85 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak mencantumkan ketentuan mengenai upah pokok dan kompensasi yang layak bagi pekerja yang bekerja pada hari libur resmi.

  3. Memerintahkan kepada lembaga yang berwenang sebagai pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan atas Pasal 85 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan agar memasukkan ketentuan mengenai upah pokok dan kompensasi yang layak bagi pekerja yang bekerja pada hari libur resmi, sesuai yang dengan hak-hak pekerja yang dijamin Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

  5. Atau, apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Sumber