Dilema Dedolarisasi dalam Pertemuan BRICS di Kazan

Dilema Dedolarisasi dalam Pertemuan BRICS di Kazan

Bisnis.com, JAKARTA — Dilema meninggalkan dolar Amerika alias dedolarisasi muncul dalam pertemuan BRICS. Pekan lalu, Presiden Vladimir Putin dalam pertemuan tingkat tinggi itu justru menyarankan peserta membawa dolar atau euro untuk melakukan transaksi di Kota Kazan, Rusia. Pasalnya, kartu Visa non-Rusia tidak berfungsi di wilayah tersebut. 

Melansir Bloomberg, Minggu (27/10/2024), dolar telah mendominasi sistem keuangan global sejak akhir Perang Dunia II. BRICS, yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, dan baru-baru ini didukung oleh Uni Emirat Arab bersama dengan tiga negara berkembang lainnya menggalang kekuatan ekonomi tandingan agar pengaruh dolar menjadi lebih berimbang. 

Kelompok ekonomi bilateral ini bahkan sempat mewacanakan mata uang pengganti dolar. Akan tetapi sejak pertemuan pertama pada 2009, ide ini tidak berkembang luas. 

Kini, pertumbuhan anggota BRICS membuat bobot ekonomi kawasan ini terus berkembang. Menurut Bloomberg, seperti era perang dingin, keberpihakan yang berlawanan dengan Amerika tetap populer di sebagian besar wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Hal ini mendorong minat negara kawasan bergabung ke BRICS sebagai pengelompokan alternatif untuk aliansi pro-Barat. 

Asosiasi yang beranggotakan sembilan negara ini juga telah menyampaikan undangan kepada Arab Saudi, namun belum mengumumkan apakah negara tersebut menerimanya. Selain itu, BRICS juga menerima dua permintaan aksesi dari Turki dan Indonesia sebagai negara yang tertarik membuang dolar. 

Putin menyampaikan bahwa BRICS memenuhi aspirasi sebagian besar masyarakat internasional dan menunjukkan bahwa proses pembentukan dunia yang multipolar alias tidak berfokus ke Amerika dan sekutunya di Eropa sedang berlangsung. Namun imbauan membawa euro dan dolar menjadi ironi, menurut Bloomberg, ketergantungan dolar akan masih berlangsung dalam waktu ke depan.  

Meskipun demikian, dengan anggota kelompok berbeda-beda, pertemuan ini membawa dampak luas bagi anggotanya. Misalnya pertemuan di Kazan menjadi lokasi pertama antara Presiden Cina Xi Jinping dan Perdana Menteri India Narendra Modi untuk kembali bertemu setelah dua tahun terakhir terlibat ketegangan perbatasan wilayah. 

“Tugas utamanya adalah mempromosikan penggunaan mata uang nasional untuk membiayai perdagangan dan investasi,” kata Putin, mengecam penggunaan dolar sebagai senjata politik.

Sebagaimana diketahui, para pejabat dari negara-negara industri terkemuka di dunia sedang berunding di Washington mengenai rincian penggunaan pendapatan yang diperoleh dari aset-aset Rusia yang dibekukan di Barat untuk meningkatkan bantuan kepada Ukraina. 

Upaya tersebut, yang dipimpin oleh AS dan sekutu-sekutu Eropa, menggambarkan bagaimana Barat telah mampu menggunakan kerangka kerja keuangan internasional yang sudah mapan untuk menghukum Rusia karena memulai perang terbesar di Eropa sejak 1945.

Tidak mengherankan jika Xi, yang memiliki ketegangan geopolitik dengan Barat, bergabung dengan Putin dalam menyerukan peningkatan konektivitas keuangan di antara anggota-anggota BRICS minggu ini. Xi berbicara mengenai urgensi mereformasi arsitektur keuangan internasional dan menyerukan keamanan keuangan tingkat tinggi.

Xi juga mendorong perluasan dan penguatan lembaga pinjaman multilateral BRICS, Bank Pembangunan Baru (New Development Bank). Sejauh ini, bank tersebut terbukti sebagai pemain yang relatif kecil dalam kancah keuangan multilateral. 

Alex Isakov dan Gerard DiPippo dari Bloomberg Economics menyebutkan bahwa BRICS pada dasarnya memiliki tiga opsi untuk memotong dolar dalam pembayaran lintas batas, yakni mata uang lokal, mata uang digital baru, atau yuan China.

Sumber