Dilema Penahanan Pemilik Ria Beauty, antara Tulang Punggung Keluarga dan Tuntutan Hukum

Dilema Penahanan Pemilik Ria Beauty, antara Tulang Punggung Keluarga dan Tuntutan Hukum

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi Ria Agustina (33), pemilik klinik kecantikan Ria Beauty, status sebagai tulang punggung keluarga kini berbenturan dengan proses hukum yang sedang dijalani.

Sejak ditahan oleh Polda Metro Jaya sebagai tersangka dalam kasus yang masih didalami, Ria harus menghadapi kenyataan pahit.

Tidak hanya berjauhan dengan keluarga dan anak yang masih berusia satu tahun, tetapi juga menanggung beban hukum yang belum menemui titik terang.

“Dan menanggung orangtuanya, iparnya, sampai keluarganya sendiri dan banyaklah. Karena suaminya enggak ada aktivitas, jadi pure, dia tulang punggung keluarga,” ujar kuasa hukum Ria, Raden Ariya saat dikonfirmasi, Senin (9/12/2024).

Namun, penyidik Subdit Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menolak penangguhan penahanan terhadap tersangka Ria dengan berbagai pertimbangan.

“Untuk sementara saya belum bisa accept,” kata Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kompol Syarifah Chaira Sukma, di kantornya, Rabu (11/12/2024).

Ada beberapa pertimbangan yang menjadi dasar penyidik menolak penangguhan penahanan. Salah satunya adalah tempat tinggal Ria di Malang, Jawa Timur, yang jauh dari lokasi kasusnya diusut.

Sementara itu, penyidik masih harus mendalami penyidikan perkara yang menjerat Ria.

“Karena ini kasusnya juga baru dan harus banyak pendalaman dan akan bolak-balik. Mengingat juga dia juga tempat tinggalnya di Malang,” jelas Syarifah.

Oleh karena itu, saat ini Ria masih mendekam di rumah tahanan (rutan) Polda Metro Jaya.

Ria ditangkap polisi bersama karyawannya, DN (58), saat melayani treatment derma roller kepada tujuh pelanggan di kamar hotel wilayah Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, Ria menggunakan alat derma roller yang tidak memiliki izin edar. Selain itu, Ria menggunakan krim anestesi dan serum yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Hasil pemeriksaan juga mengungkap bahwa keduanya bukan tenaga kesehatan. Ria diketahui merupakan sarjana perikanan.

Meski begitu, Ria menjalani praktik dengan didukung oleh sejumlah sertifikat ahli kecantikan yang dimilikinya.

Dari kasus ini, polisi menyita barang bukti berupa 4 underpads, 1 alat pelindung diri (APD), 13 handuk, 7 headband, 31 suntikan kecil, 4 suntikan besar, 4 krim anestesi merek Forte Pro, dan 10 derma roller.

Ada juga 1 derma pen, 1 serum jerawat, 1 toples krim anestesi, 15 ampoul obat jerawat, 1 anestesi, 1 ponsel, 27 roller, uang tunai Rp 10,7 juta, dan ATM BCA berisi Rp 57 juta.

RA dan DN dijerat Pasal 435 juncto Pasal 138 ayat (2) dan/atau ayat (3) dan/atau Pasal 439 juncto Pasal 441 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan.

Ancaman hukuman terhadap dua tersangka maksimal 12 tahun penjara atau denda paling banyak sebesar Rp 5 miliar.

(Reporter Baharudin Al Farisi | Editor Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Sumber