Dinasti Politik Ratu Atut Runtuh di Pilkada Banten 2024

Dinasti Politik Ratu Atut Runtuh di Pilkada Banten 2024

SERANG, KOMPAS.com – Dominasi dinasti politik Ratu Atut Chosiyah resmi berakhir pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Banten 2024.

Sejumlah anggota keluarga mantan Gubernur Banten ini gagal meraih kemenangan dalam berbagai kontestasi pemilihan di wilayah tersebut.

Berdasarkan hasil penghitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat kota, kabupaten, dan provinsi, empat keluarga Ratu Atut yang maju di Pilkada hanya satu yang berhasil menang.

Kekalahan di Berbagai Wilayah

Adik ipar Ratu Atut, Airin Rachmi Diany, gagal di Pilkada Provinsi Banten.

Pasangan Airin-Ade Sumardi hanya memperoleh 2.449.183 suara atau 44,12 persen, kalah dari pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah yang meraih 3.102.501 suara atau 55,88 persen.

Di Kabupaten Serang, putra Ratu Atut, Andika Hazrumy, juga mengalami kekalahan telak. Pasangan Andika-Nanang Supriatna hanya meraih 254.494 suara atau 29,83 persen, jauh di bawah pasangan Ratu Rachmatuzakiyah-Najib Hamas dengan 598.654 suara atau 70,17 persen.

Kekalahan serupa dialami Ratu Ria Maryana, adik tiri Ratu Atut, di Pilkada Kota Serang.

Pasangan Ratu Ria-Subadri Ushuludin hanya meraih 78.607 suara atau 22,31 persen, kalah dari pasangan Budi Rustandi-Nur Agis Aulia yang memperoleh 212.262 suara atau 60,25 persen.

Satu-satunya kemenangan keluarga Ratu Atut terjadi di Pilkada Kota Tangerang Selatan, di mana Pilar Saga Ichsan, keponakan Ratu Atut, terpilih sebagai wakil wali kota mendampingi Benyamin Davnie.

Pasangan ini meraih 354.026 suara atau 62 persen, unggul atas lawannya yang meraih 212.740 suara atau 38 persen.

Pengamat Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Ahmad Sururi, menyebut beberapa faktor penyebab kekalahan keluarga Ratu Atut.

Salah satunya adalah melemahnya pengaruh jaringan politik dinasti di Banten, khususnya di Kota Serang.

Selain itu, absennya figur sentral seperti Tubagus Chasan Sochib, ayah Ratu Atut, membuat keluarga ini kehilangan tokoh pemersatu.

Faktor eksternal seperti tidak solidnya dukungan dari Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga turut berkontribusi.

“Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dinasti politik semakin rendah, meskipun perlu analisis lebih lanjut apakah ini akibat meningkatnya kesadaran politik atau ada faktor lain seperti intervensi pemerintah pusat,” ujar Sururi.

Senada dengan Sururi, pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menilai bahwa masyarakat tidak puas dengan kinerja keluarga Ratu Atut selama memimpin Banten.

“Logikanya, jika kekuasaan terus berada di keluarga yang sama, kesejahteraan rakyat harus meningkat. Namun, faktanya tidak ada perubahan signifikan,” kata Emrus.

Sumber