Diperiksa KPK, Sejauh Apa Keterlibatan Ronny Sompie di Pusaran Kasus Harun Masiku?
JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus suap yang melibatkan Harun Masiku, seorang politikus dari PDI-Perjuangan, kembali mencuat dan kini menyeret mantan Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Ronny Franky Sompie.
Situasi ini muncul setelah Ronny dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (3/1/2025) terkait kasus suap penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR-RI untuk periode 2019-2024.
Ronny Franky Sompie diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku.
Ia dipecat dari jabatannya sebagai Dirjen Imigrasi pada 28 Januari 2020 oleh Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Laoly.
Pemecatan tersebut diduga terkait dengan pemberian data imigrasi yang keliru mengenai pergerakan Harun Masiku, yang menjadi aktor utama dalam kasus suap tersebut.
Menanggapi isu ini, Ronny memilih untuk tidak menjawab dan meminta awak media untuk mengonfirmasi langsung kepada Yasonna Laoly.
Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama 5,5 jam, mulai dari pukul 10.03 hingga 15.39 WIB, Ronny mengaku mendapatkan 22 pertanyaan dari penyidik KPK.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan dengan aktivitas Harun Masiku keluar-masuk ke Indonesia.
"Hari ini saya dipanggil dan didengar keterangan oleh penyidik KPK berkaitan dengan kasus Harun Masiku," ujarnya.
Ronny menyatakan bahwa Harun hanya keluar negeri sehari, yaitu ke Singapura pada 6 Januari 2020 dan kembali pada 7 Januari 2020.
Ronny juga menjelaskan bahwa pelintasan Harun Masiku di pintu imigrasi Bandara Soekarno-Hatta terjadi sebelum KPK mengajukan pencegahan.
Ia menyebutkan bahwa KPK baru mengajukan permintaan pencegahan enam hari setelah Harun Masiku beraktivitas keluar negeri, tepatnya pada 13 Januari 2020.
Ronny mengeklaim telah memberikan semua informasi yang diperlukan oleh KPK, termasuk data perlintasan terakhir Harun pada minggu pertama Januari 2020.
Setelah pemeriksaan, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyatakan bahwa eks Dirjen Imigrasi tersebut juga diminta keterangan mengenai tugas-tugasnya selama menjabat.
Tessa menegaskan bahwa KPK belum dapat memberikan kesimpulan lebih lanjut, termasuk apakah terdapat perintah atau intervensi dari Yasonna Laoly terkait Harun Masiku.
Mengenai pernyataan Ronny tentang pencegahan yang disampaikan KPK setelah perlintasan, Tessa menyatakan bahwa hal itu perlu dikonfirmasi lebih lanjut kepada penyidik.
"Benar atau tidaknya nanti saya harus tanyakan terlebih dahulu ya, kepada penyidik tanggal-tanggalnya, karena itu sudah masuk teknis," ucap dia.
Kasus suap yang melibatkan Harun Masiku ini kembali mencuat setelah Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristianto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 23 Desember 2024.
Hasto disebut terlibat dalam penyiapan eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan untuk melolos Harun Masiku sebagai anggota DPR-RI 2019-2024.
Padahal saat itu Harun Masiku hanya mengantongi 5.878 suara dan menempati urutan keenam suara partai dalam pemilihan Dapil 1 Sumatera Selatan.
Harun berniat menggantikan Riezky Aprilia yang meraup 44.402 suara dan berada di posisi kedua perolehan suara partai.
Awalnya, kedua caleg ini tidak lolos, namun Nazarudin Kiemas yang meraih suara tertinggi meninggal dunia, sehingga Riezky Aprilia yang berada di posisi kedua bisa melanggeng ke Senayan.
Harun Masiku bersama Hasto pun beraksi, mereka mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung pada tanggal 24 Juni 2019 supaya Harun Masiku bisa melenggang ke DPR.
Tak hanya itu, Hasto juga menerbitkan Surat Bernomor 2576/ex/dpp/viii/2019 tertanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan judicial review.
Hasto juga meminta Riezky Aprilia untuk mengundurkan diri, bahkan mengirim orang untuk menyusulnya ke Singapura untuk meminta hal yang sama. Namun, Riezky Aprilia kekeh menolak permintaan tersebut.
Hasto kemudian menemui Wahyu Setiawan, pada 31 Agustus untuk melobi dua pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI. Namun, nama Harun tidak lolos.
Hasto akhirnya melalui bawahannya Saeful Bahri dan Dony Tri Istiqomah menyuap Wahyu dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina dengan uang 19.000 dollar Singapura dan 382.250 dollar Singapura.
KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka perintangan penyidikan saat Harun Masiku hendak ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Januari 2020.
Ketika KPK menggelar OTT pada 8 Januari 2020, Hasto memerintahkan penjaga Rumah Aspirasi, Nurhasan untuk menghubungi Harun Masiku.
Selain itu, Hasto juga disebut mengumpulkan sejumlah saksi terkait perkara Harun Masiku dan mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan dengan jujur.