Disindir Dewas Nyali Kecil Berantas Korupsi, Pimpinan KPK Bilang Begini
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak berbicara mengenai KPK yang disinggung bernyali kecil dalam memberantas korupsi. Tanak mengatakan dalam menangani perkara, KPK harus memperhatikan hak asasi manusia (HAM).
Hal itu disampaikan Tanak dalam konferensi pers capaian kinerja KPK periode 2019-2024 di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2024). Tanak menjawab terkait KPK yang disinggung bernyali kecil oleh Dewan Pengawas (Dewas).
"Kami selaku penegak hukum tentunya dalam melakukan penegak hukum tidak melihat pada berani atau tidak berani atau nyali besar atau nyali kecil. Tapi kita melihat apakah dugaan suatu perbuatan itu terindikasi sebagai suatu tindak pidana korupsi atau tidak," kata Tanak.
Tanak mengatakan dalam menangani perkara, rujukan KPK ialah hukum formil dan materil. Dia mengatakan dalam hukum formil, terkait dengan masalah HAM.
"Untuk itu kita tidak boleh ceroboh dalam menjalankan tugas penegakan hukum dalam terkait dengan tindak pidana korupsi," ujarnya.
Tanak menjelaskan dalam penanganan tindak pidana, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan penegak hukum. Salah satunya ialah berdasarkan laporan dan informasi, kemudian menganalisis dan mengkajinya.
"Kalau kemudian itu ada terindikasi dugaan tindak pidana korupsi, maka dilakukan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mengetahui apakah suatu peristiwa itu peristiwa pidana atau bukan. Nah kalau itu suatu peristiwa pidana baru ditingkatkan pada tahap penyidikan," jelasnya.
"Di situ penyidik akan mencari bukti yang dengan bukti membuat terang siapa pelakunya," sambungnya.
Tanak mengatakan jika memang terdapat tindak pidana korupsi, pihaknya baru akan mengambil langkah penyelidikan dan penyidikan. Dia menegaskan KPK tidak boleh ceroboh dalam memeriksa perkara.
"Di sini bukan nyali kecil kita lihat, tetapi apakah perbuatan itu sudah terindikasi sebagai suatu tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi. Kalau tidak tentunya kita nggak boleh karena itu adalah pelanggaran hak asasi manusia," paparnya.
"Dan hal itu secara tegas diatur dalam pasal lima Undang-undang tentang KPK. Undang-Undang 19 tahun 2019 di mana KPK dalam melaksanakan tugasnya itu mengedepankan hak asasi manusia," sambungnya.
Tanak kembali menekankan dalam menangani perkara, KPK tidak boleh asal menyelidiki. Dia menuturkan penanganan perkara bukan didasari nyali kecil atau besar, melainkan pembuktian suatu perkara.
"Jadi kalau misalnya berdasarkan nyali itu cara berpikir yang tidak rasiologis. Kita harus berpikir yang juridis formal, bukan secara logika. Jadi kita berpikir mengacala hukum, jadi bukan logika," tuturnya.
"Jadi mohon maaf kalau ada yang mengatakan bahwa nyali pimpinan kecil atau tidak mempunyai keberanian itu logika belaka itu. Nggak boleh seperti begitu," imbuh dia.
Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2019-2024 menyampaikan laporan kinerja selama lima tahun menjabat. Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, menyindir pimpinan KPK periode saat ini yang kurang memiliki nyali dalam memberantas korupsi.
Syamsuddin awalnya menyinggung riwayat kasus etik yang menyeret sejumlah pimpinan KPK periode 2019-2024. Menurutnya, hal itu membuat pimpinan KPK belum bisa menjadi teladan bagi insan KPK.
"Dalam penilaian Dewas, pimpinan KPK belum dapat memberikan teladan, khususnya mengenai integritas. Ini terbukti dari tiga pimpinan KPK yang kena etik dan Anda semua sudah tahu siapa saja," kata Syamsuddin di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/12).
Syamsuddin juga mengatakan pimpinan KPK belum menunjukkan konsistensi dalam hal sinergisitas. Hal itu terlihat dari pimpinan KPK yang memberikan keterangan berbeda satu sama lain.
"Dalam penilaian kami di Dewas, pimpinan KPK belum menunjukkan konsistensi dalam menegakkan kolegialitas dan sinergisitas. Hal ini bisa kita lihat misalnya muncul secara publik misalnya statement pimpinan A kok bisa berbeda dengan pimpinan B tentang kasus yang sama. Kami di Dewas sangat menyesalinya," sebutnya
Dia menilai pimpinan KPK saat ini tidak memiliki nyali. Dewas berharap pimpinan KPK pada periode selanjutnya memiliki nyali besar dalam pemberantasan korupsi.
"Apakah pimpinan itu ada atau memiliki nyali, mungkin ada, tapi masih kecil. Ke depan, dibutuhkan pimpinan yang memiliki nyali besar dalam pemberantasan korupsi," pungkas Syamsuddin.